Total Tayangan Halaman

Kerangka Khotbah GTM -- Februari 2019

KERANGKA KHOTBAH BULAN FEBRUARI 2019
Minggu, 03 Februari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Hari Minggu
Bacaan Alkitab: Yeremia 1:4-10; Maz. 71:1-6; 1 Kor. 13:1-13;
Luk. 4:16-30 (BacaanUtama)
Tema: Keterbiasaan Melahirkan Penolakan

Tujuan: Supaya warga jemaat belajar menerima kehadiran dan kelebihan orang lain melalui tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peristiwa dalam perikop ini adalah ketika Yesus kembali lagi ke Nazaret, tempat setahun sebelumnya Ia ditolak oleh orang-orang di sana dan diusir dari rumah ibadah (bnd. Luk.4:16-30).  Nazaret merupakan tempat asal Yesus (kampung halaman-Nya). Meskipun Ia sebelumnya ditolak, namun Yesus datang kembali pada mereka untuk memberi kesempatan kedua supaya mereka mendengar perkataan-Nya, percaya dan diselamatkan. Tetapi apa yang terjadi? hati mereka masih keras. Kali ini mereka tidak mengusirnya seperti dulu, tetapi mereka tidak menanggapi apa yang Yesus sampaikan. Bahkan mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang sangat menghina dan merendahkan Yesus dan keluarga-Nya.
Nazaret bukan tempat kelahiran Yesus tetapi Ia tumbuh dan besar di sana. Dalam hal ini, semua yang mendengar perkataan Yesus saat itu sangat mengenal Dia dengan baik sebagai anak seorang tukang kayu dan ibunya Maria. Selama bertahun-tahun antara Yesus dan orang-orang Nazaret saling mengenal, hanya sebatas tetangga atau sekampung. Kendati demikian, perhatian dan kasih Yesus tidak pernah berubah atau dipengaruhi oleh situasi dan keadaan. Mereka memang tetangga dan kerabat Yesus, namun Yesus tidak menjadikan alasan untuk tidak memberi perhatian. Sebaliknya, orang-orang Nazaret yang mengenal-Nya itu sama sekali tidak memiliki persepsi rohani, selain pandangan yang merendahkan Yesus. Sebab itu, Yesus mengingatkan mereka; “Seorang nabi tidak dihormati di tempat asalnya dan diantara keluarganya sendiri” (Mrk.6:4; Luk.4:24; Yoh.4:44).
2. Pendalaman Perikop
Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan melalui peristiwa dalam perikop ini:
- Sebelum Yesus mengajar mereka yang hadir dalam rumah ibadat di sinagoge saat itu, kisah diawali ketika Yesus ditunjuk untuk membaca salah satu dari kitab Suci. Menurut peraturan, seorang pemimpin rumah ibadat dapat memanggil seorang laki-laki Yahudi yang sudah dewasa untuk tampil di depan membaca kitab suci sambil berdiri dan dengan suara yang dapat didengar semua orang. Kepada Yesus, Ia diberikan kitab Nabi Yesaya, dan Yesus dengan sengaja membaca kitab Nabi Yesaya 61:1-2 (ay. 18-19 merupakan kutipan dari Yes. 61:1-2). Ayat ini memberi keterangan tentang Mesias dan pekerjaannya. Ketika Yesus selesai membaca kitab tersebut, Ia menutupnya lalu mulai mengajar.
- Ayat 21-22: Yesus memperjelas apa maksud dari nas yang baru saja Ia baca. Siapa yang dimaksud dengan nubuat tersebut! Yesus menunjuk pada diriNya, bahwa Dialah yang dimaksud oleh nubuat tersebut. Atau dengan kata lain, bahwa kedatanganNya adalah penggenapan dari nubuat nabi Yesaya. Perkataan dan pengajaran Yesus saat itu dibenarkan oleh mereka atau dalam terjemahan yang lain berbunyi: “semua orang terkesan akan Dia” atau “semua orang merasa bahwa Dia adalah orang yang baik”. Saat itu belum ada orang yang melawan Yesus. Pengajaran Yesus saat itu sangat membuat mereka terkesan, sebab kata-kata yang diucapkanNya indah dan menyenangkan (ada yang menerjemahkan: hal-hal indah yang dikatakanNya). Tutur kata Yesus membuat mereka takjub dan mengagumiNya. Namun, sangat disayangkan, bahwa setelah mereka kagum, maka bersamaan dengan itu, mereka mulai melihat “latar belakang Yesus sebagai seorang anak tukang kayu” (bnd. Mrk.6:3 –edt.)
- Untuk menjawab sikap mereka yang merendahkan Yesus karena latar belakangnya tersebut, maka Yesus mulai mengemukakan sebuah pepatah “ hai tabib sembuhkanlah dirimu sendiri” Makna dari pepatah tersebut ialah orang yang mengaku dapat menyembuhkan orang lain, haruslah membuktikan kebenaran kata-katanya dengan menyembuhkan dirinya sendiri (ay.23). Jadi karena Yesus mengatakan bahwa Dialah Mesias yang dimaksud Nabi Yesaya, maka Dia harus membuktikannya dengan membuat mujizat atau tanda ajaib di kampung halamanNya sendiri, seperti yang dilakukanNya di Kapernaum. Kemudian Yesus mengemukakan suatu isyarat bahwa apa yang dikatakan berikutnya adalah sesuatu yang penting, suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal, yaitu “tidak ada nabi dihargai ditempat asalnya”.
- Ayat 25-27: Pernyataan ini ada kaitannya dengan perkataan Yesus sebelumnya bahwa seorang nabi tidak dihargai di tempat asalnya sendiri. Untuk maksud tersebut, Yesus mengemukakan dua nabi PL sebagai bukti tentang apa yang Ia sampaikan, yakni Nabi Elia dan Nabi Elisa (1 Raj.17:1-16; 2 Raj.5). Jika diperhatikan, kisah Nabi Elia dan Elisa menyaksikan bahwa orang yang dilayani dan menerima berkat kasih karunia Tuhan adalah bangsa kafir (janda di Sarfat dan Namaan dari Siria). Artinya, Allah mengutus Elia untuk menolong janda di Sarfat (salah satu kota yang dekat dengan Sidon, kota non-Yahudi), bukan kepada janda-janda di Israel. Selain itu, banyak orang yang kena penyakit kusta (penyakit kulit yang mengerikan) di Israel tetapi tidak satu pun yang disembuhkan, kecuali Naaman, yang bukan orang Israel.
- Ayat 28-31: Reaksi dari pendengarnya yang diliputi oleh kemarahan terhadap Yesus dan berujung pada pengusiran Yesus dari kampung halamanNya. Pertanyaan ialah, apa yang menyebabkan mereka sangat marah kepada Yesus? Dari tuturan Yesus yang diangkat dari kisah janda di Sarfat dan Naaman, maka pendengar saat itu sangat tersinggung dan marah karena Yesus memuji orang kafir tersebut. Yesus mengatakan bahwa Allah juga mengasihi bangsa-bangsa lain (kafir). Hal ini dapat dimengerti sebab orang Yahudi merasa sangat pasti bahwa mereka sajalah yang berhak untuk kasih karunia Allah tersebut.
B. BEBERAPA PRINSIP FIRMAN TUHAN (AMANAT KHOTBAH)
Setelah menganalisa peristiwa dalam perikop tersebut melalui pendalaman, ada beberapa hal yang ditawarkan menjadi prinsip-prinsip (penerapan) khotbah:
a. Kebiasaan Yesus untuk pergi ke Sinagoge pada hari Sabat (ay. 16-20). Tentu saja banyak hal yang Yesus tidak suka dan tidak setuju, bahkan mungkin sangat mengecewakan Dia, tetapi Ia tetap pergi ke sinagoge (LAI memakai istilah “rumah ibadat” –edt.). Ibadah dalam sinagoge mungkin sangat jauh dari sempurna, tetapi Yesus tidak pernah enggan hadir bersama umat lain untuk berbakti kepada Allah pada hari Sabat. Yesus tidak pernah membuat alasan dari apa yang terjadi dalam ibadah di sinagoge untuk tidak mengambil bagian dalam ibadah tersebut. Hal ini sering bertolak belakang dengan sikap kebanyakan warga jemaat yang tidak mau ikut beribadah bersama dengan alasan; tidak suka khotbah pendeta/majelis, tidak senang liturginya, majelisnya, dll. Karena itu, bahan ini menjadi otokritik (kritik bagi diri sendiri –edt.) bagi kita sebagai warga jemaat.
b. Tanggapan dan respons pendengar yang kagum dan senang, tidak lepas dari cara Yesus mengajar dan perkataan indah (berwibawa) yang dilontarkanNya. Hal ini juga dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita dalam berkomunikasi, entah komunikasi sehari-hari di rumah, di jalan, di pasar, di media sosial, dll, bahkan juga dalam penyampaian-penyampaian firman Tuhan melalui khotbah. Perkatakanlah hal-hal yang membuat orang lain senang (tidak menyinggung apalagi menyakiti perasaan orang lain).
c. Sorotan Tema Khotbah saat ini terdapat di sini, yakni keterbiasaan dapat melahirkan penolakan. Artinya, seseorang tidak akan sungkan terhadap orang yang sudah dikenalnya, entah keluarga, satu kampung, atau status sosial. Selain penolakan, keterbiasaan juga menimbulkan sikap merendahkan orang lain. Sikap ini sangat menakutkan dalam hidup persekutuan, sekalipun menjadi tampak tidak berbahaya. Sikap ini perlu diperhatikan oleh setiap anggota jemaat, sebab kehidupan  gereja masa kini juga sering terjebak pada sikap seperti orang Nazaret yang memandang rendah orang lain, khususnya para hamba Tuhan yang melayani di jemaat hanya karena latar belakang keluarga, jenis kelamin, status sosial dan lain-lain. Sikap orang Nazaret terhadap Yesus ada unsur iri hati.
d. Dampak ketidakpercayaan mereka, Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit. Artinya apa? Mujizat-mujizat itu tidak dapat dipisahkan dari moral dan iman seseorang; sekalipun Allah mahakuasa dalam kedaulatan-Nya, namun Ia tidak berkenan memberkati dan menyatakan kuasa-Nya bagi orang yang tidak percaya, apalagi yang terang-terangan menolak kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus. Selain itu, dapat dikatakan bahwa mujizat Yesus tidak bersifat sihir semata-mata. Jadi, Allah tidak berbuat jika tidak ada iman kepada-Nya.
Catatan bagi pengkhotbah:
- Pengkhotbah dapat mengembangkan khotbahnya dengan memilih salah satu dari poin Prinsip Firman Tuhan di atas menjadi khotbah, atau juga bisa mengembangkan sesuai poin-poin tersebut.
- Kalimat yang dibold (tulis tebal) di atas, menjadi pokok-pokok pikiran khotbah. (RKL)
  
Tanggal 4-9 Februari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Rumah Tangga  (PA)
Bacaan Alkitab: 1 Korintus 13:1-13
Tema: Kasih Dasar Kehidupan

A. PENDAHULUAN
Kasih bukanlah seperti yang kita pikirkan atau wujudkan. Kasih bukanlah sekedar serangkaian kata dan untaian kata-kata romantis. Kasih adalah merupakan suatu kekuatan mendasar berjumpanya manusia dengan Tuhan. Selanjutnya, kasih merupakan suatu kekuatan yang mampu menyatukan setiap orang dari berbagai latar belakang sosial, budaya maupun agama, bahkan gender.
Kasih juga mampu meruntuhkan kebencian dan dosa-dosa lain yang membuat kita hidup sendiri dan menderita. Inilah yang menjadi dasar hidup di mana pun kita berada (bnd. 1Pet.4:8, “kasih menutupi banyak sekali dosa”). Ketika ada ketegangan dan perselisihan, baik dalam rumah tangga, maupun dalam persekutuan jemaat, kasihlah yang mampu mengalahkannya.
Kadang kala kita lebih memperhatikan apa yang kelihatan atau penampilan, seperti kecantikan, ganteng, kaya, memiliki jabatan yg bagus, dst. Penampilan itu penting, setidaknya jika dilihat dari aspek sosial. Tetapi Firman Tuhan berkata bahwa yang terpenting adalah takut kepada Tuhan. “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan Tuhan dipuji-puji”(Amsal 31:30).
B. PENDALAMAN PERIKOP 1 KORINTUS 13:1-13
1. Latar Belakang
Jika kita membahas tentang “kasih”, maka sangat penting menyimak perkataan rasul Paulus dalam perikop tersebut. Paulus seperti sedang bernyanyi tentang kasih tersebut sebagai bagian jawaban atas permasalahan di jemaat Korintus.
Pasal ini sangat menarik, sebab di tengah-tengah ajaran mengenai karunia-karunia Roh, Paulus memberikan ajaran tentang sifat-sifat kasih yang sejati. Dengan demikian, dia bermaksud untuk menegaskan bahwa penggunaan karunia-karunia Roh harus disertai buah Roh, terutama kasih yang berasal dari Allah. Jika karunia-karunia Roh itu mengakibatkan perpecahan dalam jemaat, maka itu bukanlah suatu pernyataan Roh (bnd. 1 Kor.12:7,25) karena kasih yang berasal dari Roh tidak akan pernah memegahkan diri, tidak sombong dan tidak mencari untung dari karunia Roh tersebut.
Istilah “kasih” yang dipakai Paulus di sini adalah kata “agape” kasih yang diberikan tanpa mengharapkan balas jasa, bahkan mengorbankan diri demi kepentingan orang lain. Contohnya, kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang telah menyerahkan diri-Nya demi keselamatan kita. Demikianlah seharusnya orang Kristen memandang sesamanya sama seperti Allah memandangnya, serta mengasihi orang lain dengan motivasi yang murni, yakni selalu mengutamakan kepentingan orang lain dan bukan diri sendiri.
2. Isi Perikop
Ayat 1-3, Paulus mengungkapkan bahwa karunia-karunia Roh akan sia-sia jika tidak disertai oleh Kasih. Berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, artinya kecakapan untuk berbicara dengan segala macam gaya bahasa sehingga menarik sekali. Walaupun ada atau jika ada, orang yang demikian jika dia tidak memiliki kasih, dia hanya seperti gong (terj. harfiah Yunani: perunggu, sejenis logam yang dapat dibuat seperti gong yang menghasilkan bunyi besar atau suara yang nyaring/ribut). Pada zaman Paulus, perunggu digunakan dalam teater besar sebagai pengeras suara. Selain gong, disebut juga canang; alat musik yang menghasilkan suara nyaring sekali, terbuat dari logam dan berbentuk seperti baskom serta dimainkan dengan cara dipukulkan. Dengan demikian, gong dan canang adalah simbol bunyi/suara yang nyaring dan besar. Kedua alat ini biasa digunakan dalam ibadah penyembahan berhala orang Korintus saat itu. Ia termasuk bunyi-bunyian yang kurang enak, malah mengganggu dan tidak menolong.
Berbunyi besar (mulut besar) adalah ciri khas orang yang memegahkan diri karena karunia-karunia Roh yang dimilikinya. Sebaliknya, orang yang dikuasai oleh kasih, bersifat rendah hati, tidak bermegah, memperhatikan kepentingan orang lain dan mempunyai sifat penguasaan diri (bdk. Gal.5:23).
Selain mengganggu, Paulus juga mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki karunia bernubuat, mengetahui rahasia yang dalam, iman yang memindahkan gunung (mujizat), dan melayani orang lain sampai mengorbankan nyawa sendiri, tidak berguna sama sekali (sampah) jika tidak ada kasih dalam dirinya. Oleh karena itu, dalam ketiga ayat ini, Paulus menegaskan bahwa memiliki karunia-karunia Roh tidak bisa menjadi bukti kerohanian yang tinggi sebab orang yang memiliki kasihlah yang masuk dalam kategori rohani yang tinggi, sehingga ia akan menggunakan karunia-karunia Roh itu bukan untuk kepentingan sendiri, melainkan untuk kepentingan jemaat Kristus.
Ayat 4-7: Memuat daftar sifat-sifat kasih yang sejati. Paulus sengaja mengungkapkannya sebagai teguran terhadap mereka yang suka menonjol-nonjolkan karunia-karunia Rohnya itu. Ada 13 wujud dari kasih sejati itu:
1. Sabar – tidak cepat marah/emosi/naik darah dan dapat menahan diri terhadap kelemahan-kelemahan orang lain yang menjengkelkan;
2. Murah hati – senang memberi/suka menolong;
3. Tidak cemburu – Tidak memegahkan diri/tidak gila pujian.
4. Tidak sombong atau menganggap diri lebih tinggi dari orang lain.
5. Tidak melakukan yang tida sopan (beretika/moralitas).
6. Tidak mencari untung sendiri (egois).
7. Tidak pemarah (tidak mudah tersinggung).
8. Tidak menyimpan kesalahan orang lain (tidak mendendam).
9. Tidak bersukacita karena ketidakadilan (selalu menekankan kejujuran dalam bertindak).
10. Menutupi segala sesuatu (tidak menyebarkan kejelekan orang lain/gosip).
11. Percaya segala sesuatu (tidak berprasangka buruk terhadap orang lain).
12. Mengharapkan segala sesuatu (teguh pada pengharapan masa depan).
13. Menanggung segala sesuatu (rela menderita untuk kebaikan bersama/tidak pasrah dalam keadaan sulit/tidak menghindari masalah).
Ayat 8-13: Paulus mengungkapkan tentang keabadian kasih. Pada bagian ini, Paulus mengungkapkan bahwa kasih tidak akan pernah berhenti berlaku/berkuasa, atau kasih tidak bisa dihentikan, akan selalu menang. Dengan demikian, keperluan untuk mengasihi dan dikasihi takkan ada kesudahannya (saling mengasihi akan perlu selama-lamanya). Berbanding terbalik dengan hal-hal yang diagung-agungkan oleh jemaat Korintus, yakni nubuat, pengetahuan, bahasa Roh serta kemampuan yang lain yang dimiliki oleh manusia, akan berakhir (hilang/lenyap). Mengapa? Sebab apa yang kita miliki, tidak sempurna atau tidak kekal. Hanya kasih yang kekal (ay.13).
Bagian terakhir yang dikemukakan oleh Paulus adalah perbandingan antar Gereja sebagai tubuh Kristus dengan pertumbuhan seorang manusia. Menurut Paulus, semua karunia berguna untuk masa kini ketika gereja masih bertumbuh di dunia ini, tetapi kelak tidak ada satu pun karunia yang akan diperlukan lagi saat Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya. Hanya kasih saja yang tetap berlaku sekarang dan selama-lamanya.

C. BAHAN DISKUSI
Supaya pemahaman dan penerapan firman Tuhan melalui perikop ini lebih terarah, maka di bawah ini ditawarkan beberapa pertanyaan untuk didiskusikan dalam ibadah (bisa juga disiapkan sendiri oleh pemimpin ibadah):
1. Dalam rangka menjelaskan tentang makna “kasih”, maka rasul Paulus menggunakan dua benda sebagai perbandingan, yaitu gong dan canang. Keduanya menghasilkan bunyi yang bising dan gaduh. Apa maksudnya jika seseorang yang tidak memiliki kasih disamakan dengan dua benda tersebut?
2. Menurut pendapat bapak/ibu/saudara, apa yang dimaksud dengan tema di atas, “Kasih Dasar Kehidupan”? (RKL)

  
Minggu, 10 Februari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
Bacaan Alkitab: Mazmur 138:1-8
Tema: Pujian Kesaksian dan Doa

Tujuan: Supaya warga jemaat dapat memahami betapa pentingnya pujian, kesaksian dan doa yang harus kita lakukan dalam hidup kita sebagai orang-orang percaya.

A. PENGANTAR
Daud menuliskan mazmur ini sebagai pujian dan kesaksian, sekaligus juga sebagai doa yang dinaikkan kepada Tuhan untuk menyatakan keyakinannya kepada Allah. Daud juga sedang mendemostrasikan imannya kepada orang-orang yang di sekitarnya dan mendemostrasikan segala kasih dan kesetian Tuhan yang terus-menerus dialami dalam seluruh kehidupannya.
Daud melakukan semua ini karena dia sedang dihimpit oleh tiga kekuatan yang bisa saja mempengaruhi kepercayaan umat-Nya. Tiga kekuatan itu adalah (1) kekuatan allah-allah lain (ay.1-3), (2) kekuatan sekuler, yaitu para penguasa atau raja-raja (ay.4-6), dan (3) kekuatan musuh yang mengancam Dia secara pribadi (ay.7-8). Daud menyaksikan bahwa dari ketiga kekuatan itu, tidak satu pun yang dapat menyamai kekuatan Allah atau dengan kata lain, kekuatan kuasa Allah jauh lebih di atas, jauh lebih besar dan jauh lebih tinggi dari semuanya itu.
Keyakinan pemazmur ini lahir dari pengalaman akan doanya yang didengar dan dijawab oleh Tuhan (ay.3), Daud menuntut dan berharap bahwa ketika mereka mendengar janji Tuhan dan melihat kemuliaan Tuhan lewat kehidupan Daud mereka juga percaya dan memuji Tuhan (ay.4-5) dan ia tetap percaya bahwa dia akan tetap aman karena Tuhan setia dalam menyatakan kasih dan penyertaan-Nya dalam kehidupan umat-Nya.
Dalam menyatakan pujian, kesaksian dan doanya ini, pemazmur menyatakannya melalui:
1. Ucapan syukur kepada Tuhan (ay.1-3)
2. Kesaksian dan pengharapan (ay.4-5)
3. Doa yang dipanjatkan kepada Tuhan (ay.8)
B. PENDALAMAN TEKS
Ay.1-3 adalah suatu komitmen yang dinyatakan pemazmur, yaitu hendak bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hati.
Komitmen itu dinyatakan dengan:
1. Kini ia hendak memuji Allah (ay.1, bnd. Maz.111:1)
a. Dia akan memuji-Nya dengan ketulusan dan segenap jiwanya: “Dengan hatiku, dengan segenap hatiku, dengan segala yang aku punya di dalam diriku, dengan maksud yang tulus dan kasih yang membara, dengan ungkapan hati yang tercermin melalui tindakan.”
b. Dia melakukan ini sebagai suatu kesaksian: “di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu, di hadapan para penguasa, dan hakim-hakim, dan orang-orang besar,” baik mereka yang berasal dari negeri-negeri lain yang mengunjungi Daud ataupun mereka yang berasal dari negerinya sendiri. Dia sedang menyaksikan bahwa hanya Allah pencipta langit dan bumi yang telah menyatakan diri dalam Yesus Kritus yang layak untuk dipuji dan bukan allah-allah lain, bukan penguasa atau kekuatan-kekuatan lain.
Perhatikanlah, memuji Allah merupakan pekerjaan yang tidak boleh dianggap memalukan, bahkan oleh orang-orang besar sekalipun seperti Daud yang adalah seorang raja. Memuji Allah merupakan pekerjaan sorgawi.
c. Sesuai dengan petunjuk yang telah diperintahkan Allah: Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus. Hanya para imam saja yang masuk ke dalam bait Allah, sedangkan umat lainnya hanya boleh bersujud ke arah bait itu dari jarak jauh. Kristus adalah bait kita, dan kepada Dialah kita harus melayangkan pandangan iman kita, sebagai Pengantara di antara kita dan Allah, di dalam segenap puji-pujian kita untuk-Nya. Sorga merupakan bait Allah yang kudus dan ke sanalah kita harus mengangkat mata kita dalam segala permohonan kepada Allah, Bapa kita di sorga.
2. Mengapa dia hendak memuji Allah? (ay.2-3)
a. Karena Allah mau menjadi sumber penghiburannya (ay.2), “oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu.” Allah dipuji karena kebaikan dan janji-Nya; belas kasihan yang tersembunyi dalam diri-Nya dan juga belas kasihan yang dinyatakan oleh-Nya; Allah yang penuh rahmat dan selalu berlaku demikian bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Allah telah menyatakan diri-Nya kepada kita dengan berbagai cara, melalui penciptaan dan pemeliharaan, tetapi terutama melalui firman-Nya. Beberapa penafsir yang handal memahaminya sebagai gambaran dari Kristus. Firman inti itu, dan dari Injil-Nya yang melebihi semua pewahyuan diri Allah, yang telah Ia nyatakan sebelumnya kepada para bapa leluhur. Dia yang membesarkan hukum Taurat dan membuatnya terhormat, pastilah jauh lebih membesarkan Injil.
b. Allah dipuji atas kasih yang mengalir dari Sumber itu, yang telah dikecapnya, yaitu bahwa Tuhan itu penuh rahmat (ay.3). Dia telah mengalami kesulitan, dan dengan penuh rasa syukur dia pun mengingat.
1) Persekutuan manis yang dimilikinya dengan Allah waktu itu. Dia berseru, dia berdoa dan berdoa dengan sungguh-sungguh, dan Allah menjawabnya, membuatnya mengerti bahwa doanya diterima dan akan dijawab dengan penuh anugerah pada waktu yang tepat nanti. Hubungan antara Allah dan para orang kudus-Nya berlangsung melalui janji-Nya dan doa-doa mereka.
2) Hubungan manis yang dimilikinya dengan Allah waktu itu: “Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku.” Itulah jawaban dari doanya, sebab Allah mengaruniakan lebih dari sekedar kata-kata yang manis (bnd. Maz.20:7).
Perhatikanlah:
a. Jawaban itu datang dengan segera: “Pada hari aku berseru, Engkau menjawab aku.” Perhatikanlah, orang-orang yang berhubungan dengan sorga melalui doa akan mendapat jawaban yang cepat. “Maka sebelum mereka memanggil, Aku sudah menjawabnya” (Yes.65:24).
b. Jawaban itu bersifat rohani, yaitu Allah memberikan kekuatan kepada jiwanya. Dan hal itu merupakan jawaban yang nyata dan berharga terhadap doa yang dipanjatkan di dalam iman pada masa kesesakan. Jika Allah menambahkan kekuatan pada jiwa kita untuk dapat menanggung segala beban, melawan semua cobaan dan menjalankan semua kewajiban di dalam keadaan yg sulit; meneguhkan kita untuk tetap setia melekat kepada-Nya di dalam iman, untuk mempertahankan kedamaian pikiran kita dan untuk bersabar menanti-nantikan kesudahan keadaan itu, maka kita harus mengakui bahwa Dia telah menjawab kita, dan kita harus bersyukur karenanya.
3. Pengaruh yang hendak ia timbulkan kepada orang lain melalui puji-pujiannya kepada Allah (ay.4-5)
Daud sendiri adalah raja, dan karena itulah ia berharap bahwa raja-raja akan tergugah oleh pengalaman dan teladannya untuk memeluk agamanya. Dan jika para raja menjadi saleh, kerajaan mereka menjadi lebih baik dalam segala segi.
Hal ini mungkin saja ditujukan bagi raja-raja yang bertetangga dengan Daud, seperti Hiram dan raja-raja lainnya, “mereka semua akan memuji Engkau”. Ketika mereka mengunjungi Daud, mereka dengan senang hati bergabung menyembah Allah Israel. Tetapi hal itu juga dapat ditujukan lebih jauh lagi, yaitu dipanggilnya orang-orang bukan Yahudi dan pemuridan semua bangsa. Di sini dinubuatkan:
(1) Bahwa semua raja di bumi akan mendengar janji dari mulut Allah. Semua yang mendekati Daud pasti mendengar janji itu darinya (Mzm.119:46). Pada hari-hari terakhir para pemberita Injil harus di utus ke seluruh penjuruh dunia.
(2) Bahwa kemudian mereka semua akan memuji Allah, sebagaimana yang harus dilakukan oleh semua orang yang mendengar firman-Nya, menerima dalam terang dan kasih akan firman itu (Kis.13:48).
(3) Bahwa mereka akan menyanyi tentang jalan-jalan Tuhan, tentang jalan-jalan pemeliharaan dan anugerah-Nya bagi hidup mereka. Mereka akan bergirang di dalam Allah dan melayangkan kemuliaan kepada-Nya, apapun yang ia perkenankan untuk mereka hadapi di tengah-tengah kewajiban dan keataatan mereka kepada-Nya. Perhatikanlah orang-orang yang berjalan di jalan Tuhan, memiliki alasan untuk bernyanyi di sepanjang jalan tersebut untuk melewatinya dengan kegirangan, sebab jalan-jalan itu begitu menyenangkan, sehingga kita pun harus menyenanginya. Dan jika demikian adanya, besarlah kemuliaan Tuhan. Bagi kemuliaan Allah sajalah para raja seharusnya berjalan di jalan-jalan-Nya, dan semua orang yang berjalan di sana haruslah bernyanyi, dan dengan begitu mengumandangkan ke seluruh dunia bahwa Ia adalah sseorang Tuan yang baik, dan pekerjaan-Nya sudah merupakan upah bagi mereka.
4. Pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya (ay.6-8)
Di sini Daud menghibur dirinya sendiri dengan tiga hal: pertama, kebaikan yg dinyatakan Allah terhadap umat-Nya yang rendah hati (ay.6). Tuhan itu tinggi, tidak membutuhkan mahluk ciptaan-Nya dan juga tidak mengambil keuntungan dari mereka, namun Ia melihat orang yang hina, tersenyum kepada mereka dan disenangkan oleh mereka. Cepat ataupun lambat, Dia akan memberikan kehormatan kepada mereka. Sementara itu, Dia mengenal orang yang sombong dari jauh, mengetahui siapa mereka, tetapi menolak dan tidak mengakui mereka, betapa pun mereka dengan angkuhnya berpura-pura menginginkan kebaikan-Nya. Dr. Hammond merangkumnya menjadi inti Injil yang akan didengarkan dan diterima oleh raja-raja di dunia ini, yaitu bahwa para pendosa yang bertobat akan diterima oleh Allah, tetapi yang tidak bertobat akan dibinasakan. Lihatlah contoh orang Farisi dan si pemungut cukai dalam Luk.19:9-14.
Kedua, Pemeliharaan Allah atas umat-Nya yg menderita karena tertindas (ay.7). Meskipun Daud adalah seorang yang baik dan hebat, dia tetap bersiap diri untuk berada dalam kesesakan. Akan tetapi, ia menguatkan dirinya sendiri dengan pengharapan:
a. Bahwa Allah akan menghiburkannya: “Ketika jiwaku hampir jatuh dan terbenam, Engkau mempertahankan hidupku dan membuatku tenang dan gembira dalam menghadapi kesukaranku.” Penghiburan ilahi cukup untuk mempertahankan hidup kita ketika kita berada dalam kesesakan dan hampir binasa oleh kegentaran.
b. Bahwa Dia akan melindungi dan membela perkaranya: “Engkau mengulurkan tangan-Mu, meskipun bukan menghancurkan para lawanku, melainkan terhadap amarah musuhku, supaya amarah itu ditahan dan dibatasi.”
c. Bahwa pada waktunya nanti, Dia akan menyelamatkannya: “tangan kanan-Mu menyelamatkan aku.” Sebagaimana tangan-Nya yang satu terulur melawan para musuhnya, demikianlah tangan-Nya yang satu lagi menyelamatkan-Nya. Kristus adalah tangan kanan Tuhan yang akan menyelamatkan semua orang yang melayani-Nya.
Ketiga, Keyakinan yang kita miliki bahwa Allah akan melaksanakan apapun pekerjaan baik yang telah Ia mulai dalam dan bagi umat-Nya (ay.8): “Tuhan akan menyelesaikannya bagiku.” Apa yang diselesaikan?
a. Perkara yang paling kubutuhkan, dan Dia tahu yang terbaik. Kita sibuk dan khawatir mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kepentingan kita, tetapi Dia tahu semua hal yang benar-benar kita perlukan dan Dia akan menyediakan yg terbaik.
b. Perkara yang paling kita pentingkan. Setiap orang yang saleh mendahulukan kewajiban-Nya terhadap Allah dan kebahagiaannya di dalam Allah, supaya yang pertama dijalankan dengan setia dan yang terakhir terjamin kelangsungannya. Dan jika kita memang mendambakan dan menginginkan kedua hal itu lebih dari segalanya, berarti sebuah pekerjaan baik telah dimulai dalam diri kita, dan Dia yang telah memulainya juga akan menyempurnakannya. Kita pun bisa merasa yakin sepenuhnya bahwa Ia akan melakukannya.

C. AMANAT KHOTBAH
Perhatikanlah:
(1) Dasar yang melandasi keyakinan sang pemazmur: “Ya Tuhan, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya.” Inilah inti pujian pemazmur, dan karena itulah di sini dia dapat menjadikan keyakinannya itu sebagai inti dari pengharapannya. Sebab, jika kita memberi Allah kemuliaan atas kasih setia-Nya, maka kita pun dapat mengambil penghiburan di dalamnya. Pengharapan yang kita nanti-nantikan haruslah memiliki dasar yang kuat, bukan didasari atas kekuatan kita. Mengandalkan kekuatan sendiri akan mengecewakan kita. “Ya Tuhan kasih setia-Mu untuk selama-lamanya. Biarlah aku menjadi tugu peringatan bagi kasih setia-Mu itu.”
(2) Bagaimana ia memanfaatkan keyakinannya itu? Keyakinan itu tidaklah menggantikan doa, melainkan menggerakkannya untuk terus berdoa. Dia mengubah pengharapannya menjadi permohonan: “Janganlah Kau tinggalkan, jangan Kau lepaskan perbuatan tangan-Mu. Tuhan aku adalah pekerjaan tangan-Mu, demikianlah jiwaku, jadi janganlah meninggalkan aku. Demikianlah keprihatinanku, janganlah kiranya diluputkan dari pemeliharaan-Mu.” Apapun juga kebaikan yang ada dalam diri kita, itu merupakan pekerjaan tangan Allah sendiri. Dialah yang mengerjakan di dalam diri kita, baik kemauan maupun pekerjaan. Pekerjaan kita akan gagal jika Dia meninggalkannya. Akan tetapi, kemuliaan-Nya sebagai Allah yang menyempurnakan, begitu memperhatikan perkembangan pekerjaan itu hingga kesudahannya, sehingga kita dapat berdoa di dalam iman, “Tuhan janganlah Kautinggalkan pekerjaan itu.” Barangsiapa yang Dia kasihi, akan dikasihi sampai pada kesudahannya. Sebagai Allah, pekerjaannya itu sempurna.
Milikilah komitmen untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, serta jadikanlah setiap kata dan perbuatan kita untuk menjadi bukti iman kita sehingga selalu menjadi kesaksian dan teruslah bertumbuh dalam keyakinan dan ketergantungan kita yang mutlak kepada Allah yang dibuktikan dengan kerinduan kita untuk selalu berdoa kepada Tuhan. (All)
  
Tanggal 11-16 Februari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Rumah Tangga                                                           Bacaan Alkitab: Lukas 5:1-11
Tema: Bukti Seorang Pengikut Tuhan

Tujuan: Agar warga jemaat dapat mengenali dirinya dan menjadi pengikut Tuhan yang sesungguhnya.

A. PENGANTAR
Perikop ini memaparkan peristiwa Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama, Petrus dan anak-anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes, menjadi penjala manusia (bnd. Mat.4:18; Mrk.1:16). Penulis Injil Matius dan Markus tidak menceritakan tentang penangkapan banyak ikan yang terjadi dengan begitu ajaib itu, karena yang mereka utamakan hanyalah pemanggilan murid-murid Yesus tersebut, tetapi Lukas memaparkan kisah itu sebagai salah satu tanda yang Yesus berikan di hadapan para murid-Nya.
B. PEMAHAMAN TEKS
Ayat 1, memberi informasi bahwa betapa banyaknya jumlah orang yang hadir untuk mendengarkan khotbah Yesus. Begitu banyaknya sampai-sampai tidak ada satu rumah pun yang cukup untuk menampung mereka semua, sehingga Ia terpaksa menggiring mereka ke tepi pantai. Orang-orang rela menyusahkan diri untuk menyambut kabar baik. Mereka berkerumun untuk mendengarkan firman Allah. Mereka meyakini khotbah-Nya sebagai firman Allah karena ada bukti dan kuasa ilahi yang menyertainya.
Betapa sederhananya sarana yg dimiliki Kristus untuk berkhotbah. Ia berdiri di pantai Genesaret, sejajar dengan kerumunan orang sehingga mereka pun tidak dapat melihat ataupun mendengar-Nya. Dia benar-benar berbaur di antara mereka dan setiap orang berebut untuk berdekatan dengan-Nya sehingga Dia pun terdesak dan bisa saja terdorong ke dalam danau.  
Ayat 2-3 menggambarkan bahwa tidak satu pun dari para pendengar-Nya memiliki sarana untuk membantu-Nya, tetapi di sana ada dua perahu atau kapal nelayan yang tengah menepi, salah satunya milik Simon. Yesus lalu menaiki perahu Simon (ay.3) dan memintanya supaya mau meminjamkan perahu itu sebagai mimbar khotbah-Nya. Sekalipun Yesus berkuasa untuk memerintah Simon, tetapi karena kasih-Nya, Ia memilih memintanya untuk menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai, yang akan membuat suaranya sedikit lebih susah didengar, tetapi sosok-Nya lebih mudah untuk dilihat. Hal tersebut melambangkan bagaimana Ia diangkat tinggi supaya Ia bisa menarik manusia datang kepada-Nya. Hikmat berseru-seru di tempat-tempat yang tinggi (Ams.8:2). Hal ini menunjukkan bahwa Kristus memiliki suara yang nyaring, dan bahwa Ia tidak suka mementingkan diri sendiri. Di atas perahu itulah Ia duduk dan mengajar orang banyak mengenai pengetahuan akan Tuhan.
Ayat 4-5 memperlihatkan betapa karibnya hubungan Yesus terhadap para nelayan itu. Sebelumnya, mereka juga pernah berbincang-bincang dengan Dia, mulai pada waktu pembaptisan Yohanes (bnd. Yoh.1:40-41) dan juga di Yudea, namun sampai saat itu mereka belum dipanggil untuk menjadi pengikut tetap Kristus, sehingga di sini pun diceritakan bahwa mereka sedang melakukan pekerjaan mereka sehari-hari, dan pada saat itulah mereka dipanggil ke dalam persekutuan yang erat dengan Kristus.
Saat Yesus telah selesai berkhotbah, Ia pun menyuruh Petrus untuk kembali bekerja sesuai dengan mata pencariannya: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan” (ay.4). Waktu itu bukan hari Sabat, sehingga Ia pun segera menyuruh mereka untuk bekerja lagi setelah khotbah-Nya selesai. Setelah Petrus menyimak khotbah Yesus, Yesus pun menyertai dia dalam kegiatannya menjala ikan. Petrus ada bersama-sama dengan Yesus di tepi pantai, dan kini Yesus pun hendak ikut bertolak ke tempat yang dalam bersamanya.
Jumlah ikan yg mereka tangkap waktu itu benar-benar di luar pikiran manusia, sehingga hal itu pun dianggap sebagai sebuah mujizat (ay.6). Mereka menangkap sejumlah besar ikan sehingga jala mereka mulai koyak, tetapi anehnya mereka tidak kehilangan tangkapan mereka itu. Tangkapan mereka itu begitu banyaknya sehingga mereka tidak mampu menghelanya dengan tangan mereka dan harus memberi isyarat kepada teman-teman mereka, yang sedang berada jauh dari mereka, supaya datang membantu mereka (ay.7). Banyaknya ikan membuat kapal mereka hampir tenggelam.
Petrus begitu terpana sehingga ia pun tersungkur di depan Yesus yang sedang duduk di geladak perahunya. Lalu ia berkata seperti orang mengalami gejolak emosi yang dahsyat dan meluap-luap, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang pendosa” (ay.8). Petrus menyadari bahwa semestinya ia tak layak untuk menerima berkat sebanyak itu, mengingat dirinya yang sangat berdosa lebih pantas dihukum.
Semua yang menyaksikan peristiwa itu menjadi takjub. Mereka menjadi takjub karena banyaknya ikan yang mereka tangkap (ay, 9). Di antara mereka yang menyaksikan hal itu, ada Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus (ay.10). Mereka takjub karena mereka sudah begitu mengenal danau itu dan mungkin telah bertahun-tahun mencari ikan di sana, dan baru kali itu mereka melihat tangkapan ikan sebanyak itu. Petrus dan rekan-rekanya mendapatkan keuntungan besar melalui penangkapan ikan tersebut. Tangkapan itu sangat berharga bagi mereka sehingga mereka pun bersukacita karenanya, dan sukacita itu menyokong iman mereka.
Peristiwa tersebut dipakai Yesus sebagai dasar pemanggilan Petrus, Yakobus dan Yohanes sebagai murid-murid-Nya (ay.10). “Jangan takut” mengawali perjalanan mereka bersama-Nya yang menjadi jaminan bahwa berjalan bersama-Nya akan membuat mereka aman. Mereka rela meninggalkan pekerjaan mereka supaya dapat terus mengikut Kristus (ay.11). Mereka bukannya menjual ikan-ikan tangkapan itu, melainkan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. Padahal dengan ikan-ikan tersebut mereka bisa menutupi kerugian karena tidak mendapatkan ikan setelah mencari sepanjang malam dan bisa mendapat keuntungan besar dari mujizat itu.

C. APLIKASI
1. Melakukan kegiatan ibadah pada hari-hari kerja hanya menyita sedikit saja dari waktu kita, tetapi mendatangkan kebaikan pada pikiran kita dalam melakukan tugas sehari-hari. Betapa besar sukacita yang akan kita rasakan saat berkeliling melakukan pekerjaan kita setelah beribadah dengan Allah dan kita pun akan mendapatkan berkat yang berlipat ganda dalam pekerjaan kita di dunia ini dan dengan begitu, kita telah menguduskan pekerjaan kita itu melalui firman dan doa. Kita memiliki tugas dan kewajiban untuk bertindak bijaksana dalam mengatur waktu agar kegiatan ibadah kita sejalan dengan urusan pekerjaan kita. Kita harus mengatur urusan pekerjaan kita supaya jangan sampai menghalangi kegiatan ibadah kita. Beberapa pekerjaan memang lebih sukar dan berbahaya daripada yang lainnya, tetapi demi kebaikan bersama, pemeliharaan ilahi telah mengaturnya sedemikian rupa ssehingga tidak ada satu pun panggilan yang begitu menawarkan hati, tetapi selalu ada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankannya. Mereka yang memiliki usaha atau pekerjaan dan dengan mudah menjadi berkelimpahan, haruslah mengasihani orang lain yang harus bekerja dengan susah payah, tetapi masih saja berkekurangan dalam hidup mereka.
2. Sekalipun panggilan itu amatlah berat, hendaklah setiap orang rela untuk bertekun di dalamnya dan memberikan yang terbaik yang dapat mereka lakukan. Para nelayan yang rajin ini pun dipilih Yesus menjadi kesayangan-Nya. Mereka yang telah terlatih dalam bersabar menghadapi penderitaan layak dipilih sebagai prajurit-prajurit Kristus Yesus yang baik. Allah ingin supaya kita rajin dalam melaksanakan tugas yang telah diberikan dan sekaligus bergantung pada kebaikan-Nya, bukannya mengandalkan jaminan keberhasilan duniawi. Kita harus menunaikan tugas kita dan menyerahkan hasilnya ke tangan Allah.
3. Saat kita merasa lelah dan kalah dalam usaha dan pekerjaan kita di dunia ini, kita selalu dapat menghampiri Yesus dan menumpahkan segala masalah kita di hadapan-Nya dan Dia pasti akan membantu kita menyelesaikannya. Para pelayan Injil harus terus menebarkan jala itu, meskipun mereka telah bekerja keras cukup lama dan belum mendapatkan apa-apa. Terus bertekun dalam tugas tanpa putus asa meskipun belum melihat hasilnya merupakan sebuah tindakan yang terpuji.
4. Melalui penangkapan ikan yang jumlahnya begitu luar biasa itu, Yesus bermaksud menunjukkan kuasa-Nya atas lautan sebagaimana kuasa-Nya atas daratan, atas kekayaan di dalamnya dan juga gelombangnya. Dengan begitu, Ia hendak menunjukkan bahwa Dia adalah Anak Manusia itu, dan segala sesuatu telah diletakkan di bawah kaki-Nya, terutama dalam hal ini ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan (bnd. Mzm.8-9). Yesus juga bermaksud memberikan sedikit contoh mengenai keberhasilan yang akan diraih oleh orang-orang yang akan menjadi utusan-Nya di dunia ini, bahwa meskipun pada suatu saat, di suatu tempat, mereka harus bekerja keras tanpa berhasil menangkap apa-apa, namun mereka pasti akan menjadi alat-Nya dalam membawa banyak orang kepada Kristus dan mengurung mereka dalam jala Injil.
5. Saat harta kita bertambah banyak, hati kita biasanya melekat padanya. Karena itu, bila dalam saat-saat seperti itu kita meninggalkan segala kekayaan itu untuk melayani Kristus, maka itu merupakan perbuatan yang patut disyukuri. (All)
Minggu, 17 Februari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Minggu
Bacaan Alkitab: Lukas 6:17-20
Tema: Kebahagiaan Orang Miskin

A. PENGANTAR
Kisah pelayanan Yesus dimulai di Galilea. Pelayanannya dimulai secara simultan: memanggil para murid, berkhotbah/ mengajar, dan menyembuhkan orang-orang sakit.  Pada saat itu, situasi masyarakat Yahudi di Palestina sangat memprihatinkan. Mereka sedang dijajah oleh dua lapis penguasa. Lapisan penguasa pertama adalah wakil kaisar Romawi, berkedudukan di Yerusalem, bernama Pontius Pilatus. Sebagai penguasa tertinggi di Yerusalem, dia menghakimi dan menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan. Lapisan penguasa kedua adalah raja boneka di Palestina, yaitu Herodes Antipas, yang mengganti Herodes Agung ayahnya, menjadi penguasa yang sangat kejam dan memeras rakyat.
Akibat dari kekuasaan asing yang berlapis itu, maka rakyat sangat menderita. Mereka miskin secara ekonomi karena pajak tinggi, gizi buruk karena kurang makan, tetapi harus bekerja keras. Akibatnya banyak yang sakit-sakitan secara fisik, tetapi juga secara psikis. Dalam situasi ini Yesus tampil menyampaikan datangnya Kerajaan Allah atau Kerajaan Mesias yang menjadi pengharapan orang-orang Yahudi. Pemenuhan pengharapan datangnya Kerajaan Mesias itu tidak hanya disampaikan sebagai berita tetapi diwujudkan dengan melakukan berbagai mujizat penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh-roh jahat.

B. PEMAHAMAN TEKS
Lukas 6:17-19 sejajar dengan Matius 4:23-25, bercerita tentang pelayanan Yesus di sekitar danau Galilea. Sebelum Yesus mulai mengajar, terlebih dahulu Dia berpuasa di gurun selama 40 hari (Lukas 4:1-13), kemudian Yesus kembali ke Galilea tempat Dia dibesarkan (Lukas 4:14-15), mulai berkhotbah di Nazaret tempat kelahiran-Nya, tetapi ditolak (Lukas 4:16-30), sehingga Dia pindah ke Kapernaum dan berkeliling di danau Galilea. Dia memanggil murid-murid yang disebut rasul (Lukas 6:11-16), menjadi kawan seperjalanan memberitakan Injil Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah atau Kerajaan Mesias.
Yang menonjol dalam pelayanan Yesus bukanlah kekuasaan duniawi atau politik melainkan kekuasaan rohani yang dimulai dengan menjamah hati manusia, baru setelah itu menjamah fisiknya. Walaupun mayoritas orang yang mendengarkan khotbah/pengajaran Yesus mendapatkan pelayanan fisik/sosial (disembuhkan, diberi makan), namun yang utama dalam pelayanan Yesus adalah pelayanan rohani. Khotbah Yesus di bukit menurut Injil Matius 5:1 (Lukas 6:17-a menyebut di tanah yang datar) disampaikan bukan hanya kepada murid-murid-Nya, tetapi juga semua orang yang datang mengagumi Dia dari berbagai penjuru daerah (ay.17-b, bnd. Matius 4:25).
Orang banyak yang datang kepada Yesus membawa permasalahan masing-masing, tetapi terutama mereka yang memerlukan penyembuhan, baik penyakit fisik maupun penyakit jiwa (ay.18). Mereka seperti sedang pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan medis. Pada waktu itu mereka mengharapkan mujizat dari Yesus yang memang di beberapa tempat telah melakukan mujizat, misalnya di Kapernaum menyembuhkan orang yang dirasuk setan di dalam rumah ibadat (Lukas 4:31-37) dan menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sakit demam (Lukas 4:38-41).
Kabar tentang kuasa Yesus membuat mujizat, khususnya menyembuhkan orang-orang sakit, seperti magnet yang menarik banyak orang datang karena ingin pulih dari sakit-penyakitnya. Hal ini terbukti dari orang-orang yang sempat menjamah Yesus mendapatkan kesembuhan (ay.19), sehingga orang banyak berebut ingin menjamah atau menyentuh Yesus. Yesus memang datang untuk mengatasi segala permasalahan yang sedang dihadapi umat melalui pemberitaan tentang kedatangan Kerajaan Allah. Tetapi Yesus bukan seorang dukun yang datang sekedar untuk menyembuhkan penyakit fisik. Yesus datang ke dunia, pertama-tama untuk membawa penyembuhan dari kuasa dosa dan sebab itu, paragraf pertama khotbah-Nya berbicara tentang kebahagiaan orang miskin: “Berbahagialah hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah” (ay.20).
Sampai dengan saat itu, kemiskinan dan penderitaan dilihat semata-mata sebagai sesuatu yang negatif. Sebabnya ada dua: pertama, kemiskinan menyebabkan serba kekurangan secara ekonomi, dan kedua, akibat dari serba kekurangan itu adalah kesedihan. Orang miskin cenderung menyesali hidupnya sebagai orang-orang bernasib sial dan malang. Mereka hanya melihat sisi buruk dari kemiskinan mereka. Mereka tidak pernah mencoba melihat sisi positif atau sisi baik dari kemiskinan. Sebab itu, mereka selalu mengeluh dan tidak pernah bisa bersyukur.
C. KERANGKA KHOTBAH
1. Khotbah bisa dimulai dengan ilustrasi tentang orang-orang yang sangat suka melihat hal-hal spektakuler. Misalnya, beberapa tahun lalu banyak orang Kristen pergi ke Meko di Poso karena ada kabar bahwa di sana ada seorang anak gadis yang bisa membuat mujizat menyembuhkan berbagai penyakit dengan kuasa doa.
2. Menjelaskan bahwa sangatlah wajar kalau orang mau mencari solusi terhadap setiap persoalan yang dihadapi, tetapi orang seringkali melihat solusi untuk mengatasi akibat dari masalah dan bukan akar masalah. Seperti orang yang sedang mau membersihkan kebunnya dengan membabat rumput liar, bukan dengan mencabuti rumput liar tersebut. Akibatnya rumput itu tumbuh lagi, kadang-kadang lebih subur.
3. Yesus memberitakan kedatangan Kerajaan Allah bukan seperti seorang dukun yang menyembuhkan penyakit tertentu sementara, tetapi Yesus datang untuk mencabut akar permasalahan, yaitu pengaruh dosa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dosa menyebabkan manusia saling menguasai, sehingga ada orang menjadi terlalu kaya dan ada orang lain menjadi terlalu miskin. Ini disebut ketidak-adilan. Akarnya ada di dalam hati manusia yang takut dan kuatir sehingga menjadikan sesamanya menjadi sasaran eksploitasi (menyalahgunakan, memakai orang lain untuk kepentingan sendiri).
Kehidupan sejati yang diajarkan dan dibawa Yesus bukan soal mempunyai banyak atau sedikit, melainkan bagaimana setiap orang menyikapi kehidupannya. Kaya atau miskin tidak terletak pada jumlah materi yang dimiliki tetapi pada sikap penerimaan kita terhadap realitas kehidupan kita. Manusia tidak harus mengejar-ngejar benda materi. Manusia cukup bekerja dan mensyukuri yang dihasilkan. Sikap seperti itu akan membawa kebahagiaan dalam hidup-Nya dan Yesus memberikan itu kepada kita melalui pengorbanan diri-Nya di atas kayu salib dan supaya kita mewujudkannya dalam kehidupan kita melalui hidup yang bersyukur sehingga kita tidak dikuasai oleh kesedihan, kecemasan dan kekuatiran, tetapi oleh kegembiraan dan kebahagiaan. Bahagia bukan karena memiliki melainkan karena menerima dengan rasa syukur. (RPB)
  

Tanggal 18-23 Pebruari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Rumah Tangga
Bacaan Alkitab: I Korintus 15:12-20
Tema: Kebangkitan Orang Mati

A. PENGANTAR
Rumus dalam Pengakuan Iman Rasuli mengenai kebangkitan diterjemahkan dengan dua versia: “kebangkitan daging” dan “kebangkitan orang mati”. Kedua rumus ini mempunyai konsekuensi dalam pemahaman teologi gereja. Kalau menerima rumusan kebangkitan daging, maka yang ditekankan adalah kebangkitan tubuh fisik, seperti yang kita hidupi sekarang: ada darah, ada daging dan ada tulang yang bisa diraba secara fisik. Cuma tidak pernah dibayangkan fisik mana yang bangkit, fisik masa bayi, masa kanak-kanak, masa muda atau masa tua? Kalau boleh memilih, tentu yang dibangkitkan adalah tubuh fisik di masa muda: cantik/ganteng, energetik dan lincah.
Bagaimana persis keadaan orang mati yang dibangkitkan, Alkitab tidak mempersoalkan bentuknya. Yang dipastikan adalah bahwa orang mati akan dibangkitkan dan dibangkitkan dalam tubuh rohaniah (1 Korintus 15:44). Di tempat lain, Yesus menegaskan bahwa di dalam sorga manusia tidak kawin-mawin karena manusia hidup seperti malaikat di sorga (Matius 22:30). Kadangkala di gereja kita berdebat mengenai kebangkitan tubuh fana, padahal tubuh yang bangkit adalah tubuh yang mulia.

B. PENJELASAN NAS BACAAN
1 Korintus 15:12-17 adalah lanjutan dari jawaban rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang bertanya tentang kebangkitan Yesus Kristus. Bagi rasul Paulus, kebangkitan Yesus Kristus adalah inti dari iman Kristen (1 Korintus 15:4) yang dibuktikan dengan penampakan-penampakan Yesus sesudah kebangkitan-Nya itu (ayat 5-8), di mana rasul Paulus adalah saksi penampakan Yesus yang terakhir. Tentu saja penampakan Yesus itu bukan penampakan fisik, melainkan penampakan rohani atau penampakan dalam bentuk Yesus yang mulia (bnd. Matius 17:2).
Ayat 12 adalah penegasan alasan mengapa rasul Paulus harus menjelaskan tentang kebangkitan orang mati. Rupanya di Korintus ada orang-orang yang menyangkal kebangkitan orang mati. Bagi orang Korintus yang diresapi cara berfikir orang Yunani, tubuh manusia tidak mungkin bangkit sebab tubuh adalah materi. Materi itu akan binasa sedangkan jiwa itu bersifat abadi. Manusia yang meninggal telah kehilangan unsur materi dan memiliki jiwa yang abadi. Cara berfikir ini tentu saja menolak ajaran tentang kebangkitan orang mati. Bagi mereka kematian justru merupakan momen lepasnya jiwa abadi dari penjara tubuh.
Ayat 13 dan 16 menjelaskan alasan kebangkitan Kristus, yaitu menjadi jaminan kebangkitan orang mati. Seolah-olah kebangkitan Yesus terjadi karena adanya kebangkitan orang mati. Hal ini untuk mempertegas hubungan dan rentetan antara kebangkitan Kristus dan kebangkitan orang percaya yang telah meninggal. Kristus bangkit justru karena menjadi jaminan kebangkitan orang mati.
Ayat 14 dan 17 menegaskan asas pewartaan dan iman Kristen, yaitu kebangkitan Kristus. Kalau Kristus tidak bangkit, maka pewartaan Injil dan iman orang yang menerimanya menjadi sia-sia. Kebangkitan Kristus adalah momentum penghapusan hutang dosa, sebab itu, kalau tidak ada kebangkitan Kristus, maka orang Kristen di Korintus tetap berkanjang dalam status berdosanya.
Ayat 15 menghubungkan antara wibawa pemberita Injil dengan peristiwa kebangkitan Kristus, dan jaminan kebangkitan orang mati. Injil hanya bisa berwibawa, demikian pula orang-orang yang mewartakannya, karena adanya fakta kebangkitan Kristus dan adanya pengharapan kebangkitan orang mati.
Ayat 18-20 menegaskan bahwa mereka yang mati dalam Kristus mendapatkan jaminan bahwa mereka juga akan bangkit dari antara orang mati. Pengharapan dalam iman Kristen justru terletak pada janji tentang kebangkitan orang mati untuk memperoleh kehidupan kekal. Kebangkitan Kristus adalah kebangkitan pertama yang akan disusul oleh kebangkitan orang-orang mati yang percaya kepada-Nya.

C. DISKUSI PENDALAMAN
1. Silakan diskusi tentang arti kebangkitan, khususnya rumus tentang “kebangkitan daging” dan “kebangkitan orang mati”. Manakah yang menurut saudara paling cocok dengan perikop bacaan. Apakah alasan-alasannya?
2. Kebangkitan orang mati adalah pengharapan eskatologis yang menjadi proses akhir dari perjalanan orang beriman menuju sorga. Diskusikanlah pemahaman Anda masing-masing tentang hakekat kebangkitan: fisik atau rohani? Apakah artinya ungkapan “tubuh rohaniah” atau “rupa sorgawi” (bnd. 1 Korintus 15:44 dan 49).
3. Perhatikan bahwa dalam perikop ini tidak pernah digunakan nama Yesus melainkan nama Kristus! Mengapa demikian?
Selamat berdiskusi! (RPB)
  
Minggu, 24 Februari 2019
Bahan Khotbah Ibadah Hari Minggu
Bacaan Alkitab: I Raja-Raja 8:22-23, 41-43;
Mazmur 96:1-9 (bacaan utama); Galatia 1:1-12, Lukas 7:1-10
Tema: Akuilah dan Nyatakanlah Kebaikan Tuhan Setiap Hari
                       
Tujuan:
- Jemaat diajak untuk merefleksikan dan menceritakan pengalaman-pengalaman imannya bersama Tuhan setiap hari.
- Jemaat diajak untuk mampu menjadi duta Kristus melalui tindakan nyata sehari-hari agar orang lain dapat merasakan Kabar Baik dan berkat dari Allah.
A. PENGANTAR
Beberapa ahli berpendapat bahwa, Mazmur 96 ini, bersama dengan Mazmur 47, 93, 97, 98, dan 99, merupakan kumpulan mazmur untuk merayakan penobatan YHWH (ada yang menafsirkan bahwa kata ini berbunyi “Yahweh” atau “Yehuwah”, tetapi orang Yahudi sendiri menyebut YHWH dengan adonai. Kita cukup menyebut kata ini “Tuhan” seperti terjemahan LAI. –edt.) sebagai raja atas semua ciptaan dan raja atas para ilah lainnya. Ada anggapan bahwa setiap tahun dalam Bait Suci di Yerusalem, diadakan sebuah drama penobatan Ilahi. Nah, Mazmur ini salah satu bentuk liturgi penobatan itu. Tetapi, ada juga yang meyakini bahwa Mazmur ini digunakan pada perayaan-perayaan, khususnya pada musim gugur pada Hari Raya Pondok Daun dalam perayaan pemerintahan Tuhan, mungkin sebagai bagian dari upacara pembaruan perjanjian. Yah apapun itu, tidak mestilah mempersalahkan hal ini. Yang perlu diingat bahwa, Mazmur 96 ini mau menyatakan kebenaran kuno bahwa Tuhan (YHWH) adalah pencipta, raja, dan hakim yang akan datang, dan pada kedatangannya di sana akan ada kebenaran di bumi. Oleh karena itu, kebesarannya, ditampilkan dalam kekuatan-Nya yang menyelamatkan, harus dipuji dalam semua bumi. Dan seruan bagi bangsa-bangsa untuk memuji Tuhan pada dasarnya adalah panggilan bagi mereka untuk datang kepada iman.
B. PENDALAMAN TEKS
Ayat 1-3: Mazmur ini dimulai dalam mode himne yang khas dengan seruan untuk memuji Tuhan serta diikuti isi dan tujuan pujian tersebut. Pemazmur memanggil seluruh bumi untuk menyanyikan lagu baru kepada TUHAN dan menyatakan keselamatannya yang luar biasa hari demi hari. Ada 6 perintah di sini: ‘nyanyikanlah’, ‘menyanyilah’, ‘menyanyilah’, ‘pujilah’, ‘kabarkanlah’, dan ‘ceritakanlah’. Keenam perintah ini membentuk panggilan tegas bagi orang-orang di seluruh dunia untuk memuji Tuhan. Sebuah panggilan yang harus ditanggapi dan diwujudkan menjadi tindakan iman.
Perintah untuk menyanyi dan memuji merupakan sebuah bentuk ekspresi penyembahan yang menyatakan reputasi dan kebesaran Allah; siapa Dia dan apa yang Ia lakukan. Mengapa harus menggunakan nyanyian baru? Sebab, dalam pemahaman Pemazmur kesetiaan Allah itu adalah baru setiap hari. Setiap hari terdapat peristiwa dan pengalaman iman baru bersama Allah. Itu berarti membuat pujian bagi Allah tidak ada habisnya.
Fokus utama dari pujian ini ada 2 hal. Pertama, orang-orang harus ‘mengabarkan (memproklamasikan) keselamatan’, yang berarti mereka harus menyampaikan kabar baik tentang itu. Dengan demikian, orang yang ‘mengabarkan’ dapat dikaitkan dengan kata ‘utusan’ dalam 1 Sam. 4:17, yaitu orang-orang yang menceritakan karya-karya Tuhan yang luar biasa (pembawa pesan yang membawa laporan yang baik). Apa yang akan mereka nyatakan adalah tentang keselamatan dari Tuhan.
Kedua, orang-orang harus ‘menceritakan kemuliaan-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib’. ‘Kemuliaan’ adalah lambang yang menandakan pentingnya seseorang; lambang yang ditunjukkan melalui tindakan dan karena itu dapat dilihat dan dihargai oleh orang lain. Kata ‘kemuliaan’ di sini menunjuk pada pentingnya Tuhan yang tak tertandingi yang diungkapkan melalui karya-karya-Nya. Kemuliaan Tuhan ditampilkan dalam karya penciptaan, di dalam kerajaan-Nya, dan juga dalam tindakan keselamatan dan penghakiman. YHWH merupakan pribadi yang paling penting yang pernah ada. Lagu-lagu dan pujian dari orang-orang harus mengakui ini. Selain itu, dalam bagian ini juga terdapat istilah paralel, yaitu "ajaib/keajaiban". Kata ini berfokus pada hal-hal menakjubkan yang dilakukan Tuhan yang menunjukkan kemuliaan-Nya. Dengan demikian ‘kemuliaan’ adalah penyebab, dan ‘keajaiban’ adalah efek/dampaknya. Karya-karya-Nya tidak dapat dibandingkan, luar biasa dan benar-benar menakjubkan (Maz.139:5).
Meskipun dalam konteks ini, panggilan ini adalah orang percaya (Israel); tetapi jika orang lain sekarang mengakui kebesaran TUHAN dan menyanyikan pujian baginya, mereka juga akan terhitung di antara orang-orang percaya. Kedua kata kerja ini sebenarnya secara khas mengacu pada pengumuman kabar baik dari Allah dan karena itu, di kemudian hari diterjemahkan di kalangan Kekristenan sebagai “Injil” (lih. Yes. 40:9-11; 57:6).
Ayat 4-6: Panggilan tersebut diikuti oleh alasan-alasan untuk memuji: Tuhan lebih besar dari semua dewa karena ia menciptakan segalanya dan bait sucinya dicirikan oleh keagungan, kekuatan dan keindahan. Dalam ayat-ayat ini ditegaskan oleh kata depan “sebab”. Kata ini mengindikasikan sebuah alasan bahwa YHWH adalah Tuhan di atas semua allah yang telah menunjukkan keperkasaan-Nya dengan menaklukkan semua ilah-ilah. Penaklukan oleh YHWH terhadap ilah-ilah (sesembahan bangsa lain) mau menunjukkan bahwa apa yang bangsa lain sembah itu sesungguhnya bukanlah siapa-siapa.  Selain itu, penegasan ini juga bermakna akan sebuah superioritas YHWH sebagai satu-satunya “alat pertahanan” melawan para penindas, yaitu Babel dan Persia.
Tidak diragukan lagi YHWH sebagai Pencipta memiliki kapasitas untuk “menciptakan sesuatu yang baru”, sedangkan dewa bangsa lain tidak memiliki kemampuan mencipta seperti itu. Dewa-dewa bangsa lain dianggap sebagai sebuah kehampaan dan berhala semata. Para dewa ini tidak melakukan apa pun untuk rakyat mereka, tidak dapat berbuat apa-apa, dan dalam realitas tidak ada apa-apanya; mereka tidak memiliki eksistensi nyata dan bukan Tuhan sama sekali. Tidak ada alasan untuk takut atau menyembah dewa-dewa itu. Selanjutnya, pemazmur memperlihatkan perbedaan yang sangat kuat dengan menyatakan bahwa Tuhan menjadikan langit – tempat di mana dewa-dewa bangsa asing ini dikatakan berada. Dewa-dewa adalah buatan manusia dan karenanya lebih lemah daripada manusia. Tetapi Tuhan menciptakan segala sesuatu dan karena itu ia lebih besar dari segala sesuatu.
Ayat 7-9: Bagian ini berisi panggilan kuat yang kedua untuk memuji, sekali lagi ditujukan kepada semua orang. Pemazmur memanggil suku bangsa-bangsa untuk memberikan kemuliaan kepada Allah, menyembah-Nya dalam kekudusan dan rasa takut, dan tunduk pada otoritas kedaulatan-Nya.
Jika melihat dari strukturnya, sepertinya ada kesamaan dengan Maz.29:1-2. Tetapi ada 2 perubahan penting di sini. Pertama, panggilan untuk memuji sekarang ditujukan kepada seluruh suku bangsa, yaitu semua bangsa yang telah berada di bumi sejak Kej. 12:3. Dalam hal ini dibayangkan bahwa Bait Allah di Yerusalem merupakan tempat berkumpulnya semua orang yang sekarang menyembah pencipta, yaitu YHWH. Lebih lanjut, panggilan pada bagian ini seolah mengontraskannya dengan Maz.29:1 di mana yang dipanggil untuk memuji YHWH adalah para penghuni surgawi. Perubahan ini mau menunjukkan dimensi ibadah yang turun ke bumi dan manusia adalah pelakunya. Perubahan kedua dalam teks ini adalah penambahan dua perintah: “membawa korban” dan “gemetar di hadapan-Nya”, yang menambah dimensi tanggung jawab dan ‘keangkeran’ memasuki kediaman YHWH.
Menarik untuk melihat bagaimana pemazmur memberikan petunjuk untuk datang kepada Tuhan. Pemazmur pertama-tama mengatakan kepada mereka untuk ‘membawa persembahan (bnd. Im.2)’, memasuki istana-Nya dan kemudian sujud menyembah-Nya ‘dalam pakaian suci’. Pakaian suci ini biasanya mengacu pada pakaian yang bersih dan diterima secara ritual di tempat kudus (bnd. Im. 8). Petunjuk ini sebenarnya berarti bahwa mereka yang akan memuji Tuhan benar-benar orang yang telah siap (berhiaskan kekudusan) dan secara iman telah merasakan berkat Tuhan dalam kehidupannya. Itu ditandai dengan kemampuan mereka membawa kurban bagi Tuhan. Ekspresi ini termasuk rasa takut, bukan hanya sebatas simbol penghormatan, tetapi ‘gemetar’ di hadapan-Nya.
C. RELEVANSI
1. Allah adalah sumber segalanya dalam hidup ini, karenanya pujilah Dia dan agungkanlah nama-Nya.
Jika ditanyakan kepada masing-masing orang, kebaikan atau berkat apa yang telah ia terima dari Tuhan, maka tentu jawabannya akan berbeda-beda. Mengapa demikian, sebab masing-masing orang mempunyai pengalaman iman bersama Allah yang berbeda. Itu nyata dalam segala bentuk aktivitas dan kehidupan kita setiap hari. Melalui bacaan ini kita diajak untuk ‘mengakui’ dan ‘menyatakannya’. Untuk apa? Sebagai bentuk ungkapan syukur kita kepada Allah.
Tapi, ada beberapa hal yang membuat seseorang tidak bisa melakukan itu (bersyukur kepada Tuhan)? Dalam artian ia merasa tidak diberkati oleh Tuhan dalam hidupnya. Persoalan ini terjadi, salah satunya apabila berkat itu hanya diukur berdasarkan materi (uang) atau pengalaman-pengalaman agamawi spektakuler (contohnya: mengalami penyembuhan secara tiba-tiba) saja. Jika demikian ini akan repot. Padahal berkat Tuhan cakupannya luas. Contoh:
a. Adalah berkat selain masih diberi kesempatan untuk bernafas dan hidup, apabila kita masih diberi kesehatan oleh Tuhan. Coba bayangkan apabila engkau sakit dan sehat. Mana yang lebih menyenangkan? Tentu tidak ada orang yang mau berada dalam keadaan sakit dan tak berdaya. Ketika sehat kita bisa beraktivitas, bekerja dan mengais rejeki.
b. Adalah berkat apabila dalam keluarga kita keadaannya baik, ada sukacita dan kerukunan di dalamnya. Menurut saya ini penting sebab fenomena sekarang ini banyak keluarga yang hancur karena tidak bisa menjaga harmoni di dalamnya. Masing-masing mengedepankan egonya (sifat podokao) masing-masing. Apa gunanya materi dan harta kekayaan yang melimpah jika keluarga berantakan?
Nah, ketika kita menyadari hal itu maka dengan sendirinya kita akan dengan mudah dan setiap hari bersyukur kepada Tuhan. Baik itu melalui ucapan maupun dalam bentuk-bentuk persembahan.
2. Sebagai orang yang telah menerima Kabar Baik dari Allah, kita dituntut untuk menjadi utusan atau duta Kristus di dunia.
Bagaimana agar kabar baik juga dapat dirasakan oleh orang lain? Tentu akan terjadi apabila itu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana caranya? Tirulah apa yang telah Yesus teladankan pada kita. Melakukan sesuatu bagi orang lain dengan mengingat prinsip kasih.
Mengapa ini penting? Banyak orang dewasa ini sesungguhnya telah kehilangan bagian terpenting dari ibadat. Terlalu sibuk menghias diri dengan apa yang membanggakan dan indah di mata manusia. Ibadah hanya aktivitas ritual seperti berdoa, membaca Alkitab, melaksanakan ibadah rutin dll, tetapi tumpul dalam bertindak dan memberi teladan. Ritual hanya akan berhenti pada rutinitas tatkala tak mampu ditransformasikan; memberi jawaban atas problem kemanusiaan yang terus menghadang kaum hina, lemah dan miskin.
Baiknya kita tidak membangun spiritualitas secara pribadi (vertikal) kepada Allah saja, tetapi spiritualitas kita mencakup aspek horizontal yang dinyatakan kepada sesama manusia. Dengan demikian ada dorongan untuk peka mengurus masalah sosial di sekitar kita. Kita diajak untuk menghadirkan wajah Tuhan yang manusiawi dan berbela rasa bagi dunia. Yesus sendiri mengajak kita untuk bisa membangun spiritualitas berbasis komunitas sebagai bentuk kesalehan sosial.
Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Dengan begitu kita bisa disebut “pemberita’ dan “pembawa” kabar baik dari Tuhan. (DAP)

  
Tanggal 25 Februari – 2 Maret 2019
Bahan Khotbah Ibadah Rumah Tangga
Bacaan Alkitab: Galatia 1:1-12
 Tema: Berpegang Teguh pada Injil

Tujuan: Agar jemaat mampu menjadikan Yesus sebagai pegangan iman dalam hidup dan tidak mudah diombang-ambingkan dengan rupa-rupa pengajaran yang tidak sesuai Injil.

A. PENGANTAR
Dari semua surat yang pernah ditulis oleh Paulus, surat kepada jemaat-jemaat Galatia adalah yang paling keras. Tampak bahwa ia sedang marah terhadap jemaat dan menegurnya dengan “nada tinggi”. Bagi Paulus, keadaan jemaat sangat memprihatinkan karena telah bertindak bodoh mengenai hal yang sangat penting, yakni iman mereka.
Dalam jemaat Galatia rupanya sedang mengalami kekacauan dan kebingungan yang disebabkan oleh para “pengacau” yang datang dari luar jemaat, yakni dari kalangan Yahudi yang telah menjadi Kristiani (Gal. 1:6-7). Mereka memegang teguh adat istiadat Yahudi dan mau memaksakan agar orang-orang non-Yahudi yang menjadi Kristiani juga melakukan hal yang sama (Gal. 4:21; 5:2-12; 6:12). Misalnya, kewajiban untuk disunat dan menghindari makanan yang haram. Mereka memberi kesan bahwa iman akan Kristus belum cukup untuk memperoleh keselamatan sehingga harus dilengkapi dengan hukum agama Yahudi.
Yesus sendiri tidak memberikan ajaran yang jelas apakah orang yang percaya kepada-Nya harus mengikuti Hukum Taurat dan adat istiadat Yahudi atau tidak. Akibatnya, sikap jemaat perdana mengenai hal ini memang terbagi 2:
1. Kelompok pertama, berpandangan bahwa orang Kristiani tetap diwajibkan untuk melaksanakan sunat dan menaati Hukum Taurat karena merupakan syarat untuk memperoleh keselamatan yang akan datang.
2. Kelompok kedua, berpandangan bahwa sunat dan Taurat bukanlah syarat untuk memperoleh keselamatan karena itu diperoleh sebagai anugerah Allah melalui Kristus. Orang Kristiani Yahudi yang ingin tetap melaksanakan Hukum Taurat tetap diperbolehkan, tetapi hal ini tidak boleh dipaksakan kepada orang non Yahudi.
Tampaknya, Paulus membela pandangan yang kedua ini dan ia mendapatkan dukungan dari pimpinan Jemaat di Yerusalem (Gal. 2:3,6,9). Tetapi, pandangan yang pertama juga mendapat dukungan kuat dari kalangan Jemaat Kristiani Yahudi (Gal. 2:4,12). Dalam kenyataannya, situasi menjadi lebih runyam ketika para pendukung pandangan pertama di atas mulai menebarkan “fitnah’ di tengah-tengah Jemaat, bahwa Paulus yang telah mewartakan Injil kepada mereka itu bukanlah rasul yang sejati. Ia tidak pernah berjumpa dengan Yesus sehingga Injil yang diwartakannya tidak berasal dari Tuhan sendiri (Gal. 1:1,11). Mereka berhasil membuat bingung jemaat yang masih muda itu. Jemaat cenderung menerima pewartaan itu sehingga mereka melaksanakan hukum Taurat, termasuk sunat dan peraturan agama Yahudi lainnya.
Serangan terhadap Injil yang diwartakan Paulus itu secara langsung juga merupakan serangan terhadap keabsahan karya pewartaannya dan terhadap pribadinya sebagai orang yang memberitakan Injil. Melalui surat ini Paulus mengingatkan para anggota jemaat bahwa keputusan mereka untuk mempercayai para pengacau yang menghasut mereka itu tidak dapat dibenarkan. Sebaliknya, Paulus berusaha meyakinkan jemaat bahwa ia adalah rasul yang sejati dan Injil yang diberitakannya kepada mereka adalah Injil yang benar. Karena itu, surat Galatia bersifat sangat pribadi, dalam arti Paulus banyak mengungkapkan perasaan dan isi hatinya (seperti di II Korintus).

B. PENDALAMAN TEKS
Ay. 1-5: Paulus menegaskan bahwa Injil yang telah diwartakannya kepada jemaat-jemaat di Galatia itu bukanlah Injil-injil manusia. Injil itu bukanlah ciptaan manusia, walaupun yang memberitakannya adalah manusia. Pauluslah yang membawa Injil ini kepada mereka, tetapi bukan dia yang menciptakannya. Paulus pun tidak menerima Injil dari seorang manusia karena memang tidak ada yang mengajarkan kabar baik tentang Yesus itu kepadanya. Lalu dari mana? Paulus menerima Injil itu dari Yesus Kristus sendiri. Oleh sebab itu, ia berani menyebut dirinya sebagai rasul (Yunani: apostolos = seseorang yang diberi mandat (diutus) untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain yang wibawanya sama dengan si pemberi mandat) Yesus Kristus.
Tetapi, apa yang sebenarnya dimaksudkan Paulus dengan Injil yang tidak ia terima dari manusia ini? Kata “Injil” (Yunani: euaggelion; eu: baik, aggelion: kabar) menunjuk pada kabar baik yang disampaikan oleh Yesus Kristus, yaitu karya penyelamatan yang dilakukan-Nya. Kristus rela menanggung hukuman mati (=terpisah dari Allah) yang seharusnya dijatuhkan kepada semua manusia yang berdosa. Karena hukumannya telah dijalani oleh Yesus Kristus, manusia dianggap benar (dibenarkan) oleh Allah dan dianggap layak mendapatkan keselamatan. Dengan kata lain, karya penyelamatan Kristus itu membuka kemungkinan bagi manusia untuk menerima kebenaran Allah, yakni pembebasan dari hukuman Allah, dan untuk mendapat bagian dalam kebaikan Allah sendiri, yaitu kehidupan surgawi.
Ay. 6-10: Setelah menyampaikan pesan-pesan di atas disertai dengan salam, Paulus melanjutkan tulisan di suratnya ini dengan penuh rasa emosional. Ia berusaha membeberkan siapakah ia sebenarnya. Paulus merasa sangat heran melihat jemaat begitu mudah dibelokkan dari Injil yang telah mereka terima darinya. Mengapa ini terjadi? Rupanya para “pengacau” itu berhasil menunjukkan “bukti” bahwa Paulus dan Injilnya tidak layak dipercaya, sebab dia tidak pernah bertemu Yesus. Pewartaan yang mereka (guru-guru palsu) gunakan untuk melemahkan wibawa Injil dan diri Paulus, itulah yang ia sebut sebagai “injil lain…, yang sebenarnya bukan Injil”. Penegasan ini penting, sebab bagi Paulus, Injil itu hanya satu, yaitu kabar baik yang Ia terima dari Kristus dan disampaikan kepada jemaat.
Mengapa para “pengacau’ ini bisa dengan leluasa memutarbalikkan pemahaman jemaat waktu itu? Rupanya ini juga berkaitan dengan aspek psikologi dan paradigma jemaat tentang siapa yang menyampaikan sesuatu. Wibawa itu penting. Sesuatu ajaran akan mereka terima, jika si pembawa adalah mereka yang terkemuka. Itu berarti dalam golongan para “pengacau” itu juga terdapat orang-orang yang terpandang di masyarakat. Paulus sendiri berpendapat bahwa wibawa atau kebenaran si pembawa berita (entah itu orang terpandang atau malaikat sekalipun) itu bukanlah persoalan utama. Yang terpenting adalah apa isi dari kabar itu; benarkah pesan itu benar-benar Injil (seperti yang telah Paulus sampaikan sebelumnya) atau hanyalah sebuah tafsiran yang di dalamnya mengandung muatan politis. Dalam hal ini, inti penekanannya bukan pada hakikat Injil tetapi pada tradisi atau kebudayaan suatu kelompok. Pada orang-orang yang dengan sengaja merongrong iman jemaat ini, Paulus mengecamnya; “terkutuklah dia”!
Perkataan Paulus di ay.10 ingin kembali memberikan kesempatan bagi umat untuk mengingat kembali dan menilai sendiri motivasi Paulus dalam menyampaikan Injil selama ini. Sebagai seorang yang telah berjasa mendirikan jemaat dan pernah tinggal di antara mereka, agaknya sedikit-banyaknya karakter atau pola hidup Paulus telah jemaat ketahui. Paulus menegaskan, dengan nada “bersumpah”; “sekiranya aku masih mau berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus!”. Di sini totalitas Paulus sebagai Rasul Kristus ia nyatakan.
Ay. 10-11 sebenarnya hanya sebuah kesimpulan dari ayat-ayat sebelumnya atau statement (pernyataan) awal untuk masuk pada ayat-ayat setelahnya. Intinya kembali menekankan apa dan dari mana sumber pemberitaan Paulus; tidak lain adalah Injil Yesus Kristus.
Menarik, jika membaca perikop setelahnya (Gal.1:13-24), di situ Paulus mempertegas keutamaan Kristus. Hal inilah yang mendorong Paulus berbicara panjang lebar tentang jati dirinya sebagai rasul Kristus. Untuk membela jabatan kerasulan dan kebenaran Injil yang diwartakannya, Paulus mengisahkan riwayat hidupnya. Dahulu ia adalah seorang Yahudi yang sangat taat memelihara adat nenek moyang. Dalam hal ini Paulus berani mengatakan bahwa ia jauh lebih maju daripada teman-teman sebayanya. Dengan latar belakang ini, ia melihat para pengikut Kristus sebagai orang Yahudi yang sesat. Karena itu, ia menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. Dengan kata lain, mulanya Paulus sangat taat pada adat istiadat Yahudi dan menolak Injil Kristus. Tetapi, Allah mengambil tindakan yang mengubah arah hidup Paulus dengan “menyatakan Anak-Nya” kepada Paulus. Hal itu terjadi karena Kristus yang telah bangkit menampakkan diri kepadanya (I Kor.15:8 bnd. I Kor.9:1). Bagi Paulus, peristiwa itu merupakan karya Allah yang memanggil dia untuk memberikan tugas perutusan, yaitu supaya ia memberitakan Anak-Nya itu di antara bangsa-bangsa non-Yahudi. Segera setelah menerima panggilan itu, Paulus pergi melaksanakan tugasnya.

C. RELEVANSI
Dari bacaan ini, kita belajar bahwa selaku orang percaya, milikilah iman yang kuat dan jadikanlah Kristus sebagai tolok ukur dalam menilai sesuatu.
Dewasa ini dalam era teknologi dan komunikasi yang berkembang begitu cepat, sumber informasi seakan membanjiri kehidupan umat manusia. Dengan teknologi, nyaris tidak masalah yang terjadi di muka bumi tidak diketahui. Semuanya dengan mudah didapatkan oleh sebagian besar penghuni planet bumi. Tetapi hal ini juga ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi sangat jika kita rajin mencari dan mengolah informasi secara positif, maka kita bisa menjadi cerdas. Di sisi lain, sangat berbahaya apabila kita tidak teliti dan mengkonsumsi hoax (berita bohong), maka bisa jadi kita malah sesat. Jika ini berlanjut, maka akan merusak daya nalar kita dan tidak menutup kemungkinan iman dan kepercayaan kita.
Seperti jemaat Galatia, Paulus mengajak kita agar dalam kehidupan ini kita perlu menentukan sebuah “pegangan iman”. Pegangan yang didasarkan pengalaman iman bersama Yesus. Ini penting agar kita tidak mudah diombang-ambingkan oleh ajaran-ajaran yang bersifat hoax. Menentukan pegangan iman bukan berarti menutup diri pada hal-hal baru yang ada di sekitar kita. Sebab, informasi-informasi baru yang jika dikelola secara kreatif justru semakin memperdalam kualitas iman kita. Pegangan iman ini berfungsi sebagai alat penyaring (filter) informasi-informasi yang kita terima. Dalam situasi sesulit apapun kita bisa menentukan sebuah pilihan.
Pemahaman seseorang akan jati dirinya sangat mempengaruhi cara berpikir dan pola sikapnya. Jangan biarkan diri anda disesatkan orang lain yang tidak bertanggung jawab. Jadilah cerdas! (DAP)

  

MENERUSKAN KEBAIKAN

Kamis, 14 Nopember 2024 Renungan Pagi Amsal 3:27 Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau ma...