Studi Kelayakan Janji Jabatan Pendeta Gereja Toraja Mamasa
Pdt. Bangaran Pasamboan, S.Th.
Tulisan ini adalah perenungan terhadap situasi kelembagaan bergereja Gereja Toraja Mamasa yang mempunyai banyak persoalan (kata orang bijak bahwa masalah itu adalah berkat) dan cara menyelesaikan persoalan yang ada.
Tidak dimaksudkan untuk menganggap bahwa saya pandai dalam hal ini, juga tidak dimaksudkan untuk menyerang atau membela pihak-pihak tertentu tetapi hanya untuk mengemukakan apa yang ada di hati (atau barangkali di pikiran) dengan harapan bahwa setiap orang juga dapat memberi masukan untuk masalah ini dan itu akan menjadi titik temu bersama untuk keluar dari masalah yang sedang dihadapi.
Berikut adalah janji jabatan pendeta yang saya tandatangani ketika diurapi sebagai pendeta Gereja Toraja Mamasa ke-200 pada Desember 2009:
- Menyerahkan seluruh hidup bagi pekerjaan Pelayanan Tuhan dan melakukan tugas Jabatan pendeta secara bertanggung jawab.
- Bersedia ditempatkan di seluruh Wilayah Pelayanan Gereja Toraja Mamasa.
- Dengan iman, mentaati Firman Allah sesuai kesaksian Alkitab dan menjaga kemurinian Azas Ajaran Gereja Toraja Mamasa serta menjunjung tinggi segala peraturan dan ketentuan yang berlau dalam Gereja Toraja Mamasa.
- Memelihara kekudusan dan kewibawaan Jabatan Pendeta serta tunduk pada teguran Gerejawi bila saya menyimpang dari kehendak Allah.
- Demi menjaga netralitas pelayanan, saya tidak akan terlibat dalam kegiatan politik praktis dan tidak akan menjadi pengurus Partai Politik.
- Jika di kemudian hari saya beralih tugas ke pekerjaan lain yang bersifat mengikat dan penuh waktu (Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota TNI dan Polri), atau jabatan penuh waktu lainnya yang tidak ada hubungannya dengan tugas organik gerejawi maka dengan rela hati saya akan bersedia meninggalkan jabatan kependetaan dan / atau diberhentikan dengan hormat sehingga urapan saya dinyatakan gugur dengan sendirinya.
Dari seluruh janji jabatan itu, saya tersentak ketika membaca pernyataan bahwa saya berjanji untuk tidak terlibat pada kegiatan politik praktis sementara ketua 1 Badan Pekerja Sinode yang membidangi kependetaan (istilah Badan Pekerja Majelis Sinode -- BPMS digunakan setelah Sidang Sinode Am XVIII di Lebbeng, Juli 2013) pada waktu itu adalah seorang pendeta yang duduk di bangku legislatif, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kabupaten Mamasa. Selain dia, juga ada beberapa pendeta Gereja Toraja Mamasa lainnya yang duduk di bangku DPR pada tingkat kabupaten dan propinsi; mereka yang membuat orang lain berjanji terlebih dahulu melanggar apa yang mereka harapkan bisa dicapai oleh orang lain padahal mereka adalah sama-sama berada pada tugas yang sama untuk "Pihak" yang sama.
Saya menandatangani janji itu sebab saya secara pribadi memang tidak tahu-menahu soal politik dan memang tidak tertarik untuk terlibat di dunia seperti itu.
Sampai tulisan ini dibuat, saya telah tiga kali mengikuti acara pengurapan pendeta dan janji yang sama tetap diucapkan oleh semua pendeta yang saya hadiri pengurapannya, terakhir pendeta yang diurapi pada bulan Oktober 2013 sebagai pendeta Gereja Toraja Mamasa ke-282.
Memang sejak Sidang Sinode Am Gereja Toraja Mamasa XVIII, sudah ada kontroversi dalam tubuh Gereja Toraja Mamasa mengenai keterlibatan pendeta Gereja Toraja Mamasa dalam kegiatan politik praktis (yang dimaksudkan dengan istilah ini adalah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kegiatan yang terkait dengan itu). Banyak orang yang tidak setuju jika pendeta terlibat dalam kegiatan politik praktis tetapi suara sebaliknya yang lebih sedikit itu keras dan dapat menimbulkan persoalan, maka diambillah keputusan bahwa jika pendeta Gereja Toraja Mamasa terlibat dalam kegiatan politik praktis, maka ia terbatas (oleh berbagai aturan) dalam tugas kependetaannya.
Sidang Sinode tahunan pada tahun 2012 di Makassar membentuk satu tim untuk menyusun kebijakan sebagai penjabaran dari keputusan Sidang Sinode Am XVIII tentang keterlibatan pendeta dalam kegiatan politik praktis. Panitia ini bekerja selama setahun dan hasil kerja mereka kembali mengacu kepada suara banyak dalam persidangan Sidang Sinode Am XVIII bahwa pendeta Gereja Toraja Mamasa yang terlibat dalam kegiatan politik praktis digugurkan kependetaannya tetapi keputusan persidangan dalam Sidang Sinode Tahunan di Mehalaan pada tahun 2013 memutuskan bahwa pendeta yang terlibat dalam kegiatan politik praktis di-status-cuti-kan dari tugas kependetaan selama ia berada dalam kegiatan politik praktis.
Seluruh proses yang dilalui dalam kehidupan bergereja Gereja Toraja Mamasa untuk pergumulan keterlibatan pendeta Gereja Toraja Mamasa dalam kegiatan politik praktis dan itu sudah sedikit tergambar dalam tulisan ini, ada nilai ideal yang ingin dicapai bersama, yaitu bahwa pendeta Gereja Toraja Mamasa tidak terlibat dalam dunia politik praktis tetapi memusatkan perhatiannya pada kegiatan pelayanan yang membangun jemaat secara langsung sebagai tenaga pendeta di jemaat (jemaat-jemaat bahkan klasis). Mungkin ini juga terkait dengan keprihatinan banyak orang melihat bahwa tenaga pendeta Gereja Toraja Mamasa masih sangat kurang.
Kembali ke janji jabatan pendeta Gereja Toraja Mamasa yang disorot dalam tulisan ini.
Jika aturan Gereja Toraja Mamasa memperbolehkan pendeta terlibat dalam kegiatan politik praktis, secara halus diungkapkan bahwa jika ada celah untuk itu, mengapa pendeta yang diurapi mengucapkan janji yang berlawanan dengan aturan itu? Benarkah bahwa pendeta yang tidak mengucapkan janji yang sama secara moral tidak terbeban jika mereka terlibat dalam kegiatan politik praktis?
Jika pendeta Gereja Toraja Mamasa yang menjanjikan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis pada masa awal tugasnya adalah pendeta yang taat dan tidak menggunakan celah yang ada dalam aturan Gereja Toraja Mamasa, maka syukur kepada Tuhan. Tetapi jika ia menggunakan celah itu, maka Gereja Toraja Mamasa membuat kuangan besar untuk kejatuhan pelayan-pelayan Tuhan.
Berikut, saya tertarik untuk mengetahui sejak kapan janji ini mulai disebutkan oleh pendeta Gereja Toraja Mamasa ketika diurapi dan bagaimana itu di-ada-kan;
Apakah itu melalui sebuah keputusan persidangan, ataukah rapat internal personil BPS, ataukah oleh orang yang mengetik naskah janji yang akan dibacakan oleh pendeta yang akan diurapi yang merasa prihatin dengan keadaan Gereja Toraja Mamasa karena banyak pendeta yang terlibat dalam kegiatan politik praktis? Saya berharap bahwa itu adalah poin yang disepakati bersama oleh Gereja Toraja Mamasa ...
Pertanyaan ini diajukan sebagai sarana untuk mempertemukan pemahaman sebagian kecil tenaga pendeta Gereja Toraja Mamasa yang tidak mengucapkan janji yang sama dan tertarik untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dengan tidak merasa terbeban meninggalkan pelayanan menggembalakan domba-domba dan mungkin sedikit dari tenaga pendeta yang telah mengucapkan janji itu tetapi tertarik untuk mempergunakan celah dalam aturan Gereja Toraja Mamasa agar tetap memahami bahwa tindakan manusia memang selalu ada kelebihannya tetapi tetap ada titik lemahnya dan marilah kita melihat serta yakin bahwa urusan kehidupan sebenarnya tidak pernah menjadi urusan antara manusia dengan manusia tetapi apa pun bentuknya semua itu adalah urusan antara seseorang dengan Tuhannya (khusus pendeta, baca: hamba dan Tuannya).
Demikian tulisan singkat ini, kiranya dapat menjadi segenggam tepung tuk membuat roti yang enak bagi kehidupan bergereja Gereja Toraja Mamasa.
Tuhan Yesus memberkati.
20130202