Pada Gege dan Pada Belleng
(Bangaran Pasamboan)
Manusia selalu memberi ukuran pada segala sesuatu yang dijumpainya. Ukuran itu sangat bermacam-macam, seperti: ramai atau sepi, menarik atau membosankan, istimewa atau biasa saja, luas atau sempit, besar atau kecil, dan ukuran berbagai ukuran lainnya. Satu hal yang sama bisa diukur dari beberapa segi, misalnya pernikahan itu sederhana saja tetapi acaranya sangat istimewa; dia biasa-biasa saja soal rupa tapi sikapnya tiada bandingnya dalam segala yang baik.Tidak semua manusia mempunyai ukuran yang sama mengenai hal yang sama. Untuk sebuah acara, misalnya, orang berbeda akan memberi ukuran yang berbeda; panitia pelaksana mungkin akan menganggapnya sangat sukses tetapi peserta kegiatan mungkin menganggapnya banyak kekurangan atau sebaliknya peserta menganggap acara itu sangat baik tetapi panitia, dengan berbagai pertimbangan, mengatakan bahwa acara itu tidak maksimal.
Ukuran juga dipengaruhi oleh situasi dan keadaan fisik yang bisa tergambar dalam legenda anak kerbau dan induk tikus berikut ini:
Suatu waktu, seekor anak kerbau bertemu dengan induk tikus di padang rumput. Mereka berbincang dan pada akhirnya sampai pada topik mengenai ukuran badan mereka yang sangat berbeda. Anak kerbau yang baru mulai bertumbuh saja sudah ratusan bahkan ribuan kali lebih besar dari tikus yang sudah mencapai puncak pertumbuhannya. Kerbau yang masih mudah menyombongkan diri di depan induk tikus yang dianggapnya sangat kecil. Induk tikus yang bisa memahami keadaan anak kerbau, mencoba menjelaskan sesuatu kepada anak kerbau itu. Induk tikus berkata: "Ukuran yang kau sebutkan itu adalah ukuranmu sendiri dan kita membutuhkan ukuran dari pihak yang lain, untuk membuktikan bahwa kau memang besar." Anak kerbau itu merasa bahwa ia akhirnya tetap akan menang walau pihak mana pun yang memberi penilaian dan dia meminta supaya tikus menentukan siapa dan bagaimana ukuran yang lain itu akan mereka ketahui. Tikus berkata: "Marilah kita datang dan memperlihatkan diri kita kepada manusia dan kita akan tahu bagiamana ukuran kita menurut mereka."
Tikus sebenarnya mengusulkan sesuatu yang beresiko bagi dirinya sebab ia terhitung binatang yang tidak disukai oleh umumnya manusia tetapi ia mengusulkan itu untuk membuka wawasan berpikir anak kerbau yang adalah temannya di padang rumput tempat mereka tinggal.
Ditentukanlah waktu untuk melakukan hal itu dan disepakati bahwa yang terlebih dahulu akan memperlihatkan diri adalah anak kerbau. Kerbau masuk ke kampung dengan berjalan santai sebab ia tahu bahwa ia tidak akan mengalami persoalan; kerbau adalah binatang piaran yang sangat disukai oleh orang Toraja. Anak kerbau itu berjalan sepelan mungkin untuk mendengarkan penilaian manusia tentang tubuhnya yang besar. Ia terus berjalan melintasi kampung dan ada yang mengusirnya, ada yang meminta supaya ia diantar untuk kembali ke padang rumput, ada anak kecil yang sangat senang melihatnya dan berkata: "Ai....i', tedo'-tedo'!
Ai.....i' adalah seruan dalam beberapa daerah Toraja untuk menyatakan rasa senang dan kata benda yang diubah bentuk dengan memberikan aksen/tekanan bunyi dan diulang biasanya menyatakan ukuran kecil bahkan sangat kecil, misalnya piring menjadi piri'-piri' berarti piring kecil; posa (kucing) menjadi posa'-posa' berarti anak kucing atau kucing kecil, demikian juga dengan tedong (kerbau) menjadi tedo'-tedo' berarti anak kerbau atau kerbau kecil.
Kerbau kecil itu merasa sangat kecewa. Tapi tidak apa-apa, kalaupun saya dianggap kecil, tikus tidak akan mengalahkan saya sebab dia memang kecil.
Giliran tikus untuk memperlihatkan diri. Tikus itu yang tahu bahwa ia bisa mengalami celaka jika memperlihatkan diri di tempat yang begitu luas, mencari tempat yang gampang untuk meloloskan diri tetapi ada banyak orang untuk melihatnya. Ketika ia menemukan tempat dan situasi yang cocok, ia menyelinap ke sana dan secara mengagetkan ia melompat ke sebuah tempat yang bisa untuk langsung menghilangkan diri di antara timbunan batu yang ada di tempat itu. Ketika orang-orang melihat tikus itu waktu melompat, mereka berteriak: "Oou! Dengan balao, pada gege!" artinya ada tikus yang sangat besar.
Dengan demikian tikus yang kecil mengalahkan kerbau yang besar dalam perlombaan siapa yang terbesar.
Dari kisah di atas, hal pertama yang bisa dimengerti adalah bahwa tidak ada hal yang sepenuhnya besar dan tidak ada hal sepenuhnya kecil. Kerbau itu disebut kecil karena ia adalah yang kecil dalam kelasnya dan tikus disebut besar sebab memang demikianlah ia di kelasnya. Hal kedua yang dapat kita perhatikan adalah bahwa pemikiran harus luas supaya bisa besar meski sebenarnya kecil; Tikus itu kecil tapi ia tahu cara mengalahkan anak kerbau yang besar sehingga ia menjadi besar walau sebenarnya ia kecil.
Analisa ini tidak mendalam kajiannya tetapi juga barangkali bisa diterima bahwa tikus itu dianggap besar sebab ia biasanya menjadi musuh bagi petani karena ia adalah binatang hama yang menghabiskan tanaman sehingga keberadaannya besar dalam pikiran masyarakat petani. Ini akan terasa lebih indah jika ada orang kecil yang menjadi besar karena jasa-jasanya.
Tulisan ini diinspirasi oleh istilah di beberapa daerah yang bersuku (atau mungkin sub suku) Toraja untuk menyebutkan ukuran yang disebut pada gege dan pada belleng untuk menyebutkan ukuran yang sangat besar dan sangat kecil. Kedua istilah ukuran ini dimulai dengan kata pada yang artinya adalah sama ukuran dengan, jadi secara pengertian bahasa kedua istilah ini berarti sama ukuran dengan gege dan sama ukuran dengan belleng; tetapi karena gege adalah sesuatu yang dipakai untuk mengambarkan sesuatu yang sangat besar dan belleng adalah sesuatu yang dipakai untuk menggambarkan sesuatu yang sangat kecil, maka 'pada gege' dan 'pada belleng' secara tepat dapat diartikan dengan sebesar gege dan sekecil belleng.
Segala sesuatu yang sangat besar disebut sebagai pada gege dan sesuatu yang sangat kecil disebut sebagai pada belleng; baik yang berbentuk benda maupun perasaan dan karakter manusia mereka disebutkan dengan istilah ini. Boko kale pada gege sapo ia ke penawa, pada belleng ~ Cuma badan yang sangat besar tapi soal kebaikan hati, sangat kecil.
Pertanyaan saya adalah apakah gege dan apakah belleng itu sehingga ia menjadi patokan untuk mengukur setiap hal. Tidak ada hal (benda atau orang atau yang lainnya) yang diketahui bernama gege dan belleng dalam budaya dimana istilah ini digunakan. Pikiran mereka dipenuhi dengan patokan ukuran yang sebenarnya tidak ada. Pada gege mereka pahami sebagai sesuatu yang sangat besar tetapi tidak ada ukurannya yang pasti. Pada belleng adalah sesuatu yang sangat kecil tetapi ukurannya bukanlah ukuran yang pasti.
Anda mungkin kecil tapi itu adalah ukuran yang diberikan oleh orang lain tidak berarti bahwa Anda memang kecil. Anda besar menurut orang, belum tentu bahwa anda memang besar. Demikian sebaliknya, orang yang merasa besar pada dirinya sendiri belum tentu besar pada pandangan orang lain dan orang yang merasa dirinya kecil belum tentu kecil pada pandangan orang lain.
Sering terjadi bahwa orang yang membesar-besarkan diri sering menjadi sangat kecil oleh sikapnya itu. Orang yang selalu mengecilkan dirinya pun sering kehilangan arti hidup sebab orang lain menerimanya sebagai yang memang kecil.
Mungkin tidak ada ukuran yang pasti tentang manusia tetapi marilah kita tetap melakukan yang besar, walau orang menganggap bahwa apa yang kita lakukan itu hanya hal kecil menurut orang lain.
Tidak ada ukuran yang pasti tentang manusia, yang kecil bisa menjadi besar bahkan sangat besar; yang besar bisa menjadi kecil bahkan sangat kecil. Yang sangat besar bisa merosot ke sangat kecil; yang sangat kecil bisa meningkat sampai sangat besar.
Demikian tulisan pada belleng ini, kiranya berguna sampai pada tahap pada gege bagi yang membacanya.
20022014