04 Juli 2025

Pedagang Beras yang Tidak Jujur

PEDAGANG BERAS YANG TIDAK JUJUR 

Seorang pedagang beras di sebuah pasar mulai kehilangan sebagian pelanggan. Di seberang gang, lapak baru dibuka oleh pedagang grosir yang membawa beras dari lumbung sendiri, sehingga bisa menjual lebih murah.

Setiap hari, ia menatap tumpukan karung berasnya yang tak laku, sementara keluarga di rumah menunggu penghasilan. Malam-malamnya dihabiskan dengan gelisah, memikirkan utang yang belum lunas.

Suatu malam, ia duduk lama menatap timbangan kuning miliknya. Dalam hati ia berbisik, "Kalau sedikit saja kupotong timbangannya, orang tak akan tahu. Aku hanya ambil sedikit… demi anak istriku."

Keesokan harinya, ia mengganjal jarum timbangan dengan potongan kawat kecil. Tidak banyak, hanya membuat setiap kilo beras berkurang beberapa ons. Pembeli berdatangan lagi. Dagangannya mulai habis satu per satu. Setiap kali menimbang, hatinya berdebar, tapi ia menenangkan diri, "Semua pedagang pasti begitu."

Minggu demi minggu berlalu. Ia berhasil melunasi beberapa utang. Bahkan punya cukup uang untuk mengecat lapaknya. Orang-orang memuji, "Hebat ya, sekarang daganganmu laris!" Ia hanya tersenyum, pura-pura lega.

Suatu hari, seorang ibu tua datang membeli beras. Saat pulang, karungnya jatuh di depan banyak orang. Seorang tetangga yang paham ukuran membantu memungut dan menimbang ulang di lapaknya sendiri. Semua orang terdiam, beratnya tak sesuai.

Kabar itu menyebar cepat. Esok paginya, tak satu pun pelanggan datang. Ia duduk sendirian di lapaknya yang sepi, menatap timbangan yang kini terasa lebih berat daripada karung mana pun.

Saat itu ia mengerti, keuntungan yang diperoleh dengan kecurangan hanya akan menghasilkan malu yang lebih dalam dari kelaparan.

Kita semua pernah merasa terdesak. Tekanan ekonomi, persaingan yang keras, atau ketakutan akan kegagalan bisa membuat kita tergoda mengambil jalan pintas: menipu sedikit, memanipulasi data, memanfaatkan ketidaktahuan orang lain.

Awalnya tampak sepele. Apalagi kalau hasilnya langsung terasa: utang lunas, dagangan laku, citra kita kembali baik di mata orang. Tapi cepat atau lambat, kebenaran akan terbuka. Dan saat itu terjadi, rasa malu lebih menyakitkan daripada kesulitan yang ingin kita hindari.

Tuhan tidak hanya melihat apa yang kita lakukan, tetapi bagaimana kita melakukannya. Dia lebih menghargai hati yang jujur dan berserah daripada keberhasilan yang diperoleh dengan cara licik.

Kalau hari ini kita tergoda untuk memiringkan timbangan --apa pun bentuknya-- ingatlah: keuntungan yang lahir dari kebohongan tidak akan pernah membawa damai. Karena kehormatan sejati dibangun bukan dari kelimpahan, tetapi dari ketulusan.

"Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat." (Amsal 11:1)

-----

Sumber: Copy paste dari Aplikasi Renungan dan Ilustrasi Kristen; 30 Juni 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 Dilihat