Total Tayangan Halaman

Kebersamaan Fakultas Teologi UKIT

Kebersamaan Fakultas Teologi UKIT

Ini adalah pengalaman terakhir saya di Fakultas teologi UKIT yang ditulis sebagai kenang-kenangan dan harapan saya ke depan tentang UKIT. Saya sebut kenang-kenangan dan harapan sebab dengan selesainya pengalaman yang berkesan dan unik sekaligus aneh dalam pandangan banyak orang ini, maka saya memperoleh tiket pulang ke kampung halaman untuk mengemban tugas yang demi persiapannya saya telah singgah di Fakultas Teologi UKIT selama enam semester.
Tidak penting untuk dicari latar belakangnya mengapa pengalaman terakhir saya di Fakultas Teologi UKIT adalah dengan berada pada titik yang biasanya menjadi awal kehidupan mahasiswa yaitu mengikuti Pembinaan Mahasiswa Pengenalan Kampus (PMPK) tetapi yang jelas bahwa hal ini saya alami dan karena itu hal ini sangat berkesan bagi saya; mungkin ini kali pertama dalam dunia perguruan tinggi bahwa ada seorang yang telah mengikuti ujian stratum satu kemudian mengikuti kegiatan PMPK sebelum mendapat gelar sarjana sebagai tiket pulang. Unik karena ternyata bahwa pengalaman PMPK yang saya lalui tetap sama menariknya dengan kegiatan yang sama yang saya ikuti ketika memulai menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Teologia untuk Indonesia Bagian Timur (STT INTIM) Makassar pada tahun 2001 yang lalu, meskipun tentu saja bahwa teknis pelaksanaannya berbeda. Ini hanya catatan pendahuluan untuk masuk dan melihat betapa berartinya kebersamaan yang selalu menjadi tema sentral dalam pelaksanaan PMPK.

Dalam pelaksanaan PMPK yang saya alami pada awal dan akhir dari kehidupan studi saya pada tingkat S1 – semoga kelak bisa lanjut sampai ke Sselanjutnya, saya melihat bahwa PMPK dimaksudkan untuk membina kebersamaan antara mahasiswa baru dengan mahasiswa lama (ada juga mahasiswa yang sudah sangat lama) bahkan dengan mantan mahasiswa (alumni). Tekanan yang lebih utama lagi ialah bahwa mahasiswa yang sama-sama memasuki dunia kemahasiswaan (seangkatan) dibina untuk berjuang bersama-sama dalam kebersamaan ketika menghadapi perkuliahan yang akan mereka lalui bersama-sama. Tentu saja bahwa yang dimaksud kebersamaan di sini yang bersifat positif, bukan ba spik – nyontek (dari bahasa Belanda Spoken [?] artinya melirik) tetapi saling mendukung, saling membantu dalam kesulitan, dan kebersamaan lainnya yang sifatnya positif. Kebersamaan dengan mahasiswa lama adalah dalam bentuk yang senior menjadi teladan dan kamus/ensiklopedi – tempat bertanya bagi adik-adik ketika ada hal yang sulit untuk dipahami karena selalu dipahami bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik; berbagi pengalaman adalah cara belajar yang paling baik.

Kebersamaan yang dimaksudkan hanya dapat dicapai kalau ada kerelaan bahkan panggilan hati untuk saling menghargai dalam keakraban. Hal ini yang utama dikatakan oleh para senior (mahasiswa lama) kepada yunior (mahasiswa baru) dalam PMPK. Dalam pelaksanaan PMPK ini, secara pribadi saya memahami bahwa PMPK adalah wadah pembinaan dan untuk bisa mencapai kebersamaan, setiap orang harus berusaha untuk merendahkan hati, merendahkan diri (asal jangan sampai menjadi rendah diri) dalam arti bahwa setiap peserta PMPK harus mampu melihat bahwa harga diri seseorang adalah di atas dari segala keadaan yang dialaminya. Kepala botak untuk laki-laki dan rambut dikepang dalam jumlah yang banyak dan diikat dengan pita untuk perempuan sehingga baik laki-laki maupun perempuan terlihat aneh tidak berarti bahwa harga diri hilang tetapi yang penting ialah bahwa dalam keadaan seperti itu pun kita mampu melihat bahwa harga diri manusia adalah manusia itu sendiri dan bukan pada penampilan fisiknya. Ketika yunior harus patuh pada permintaan senior yang kadang-kadang memang tidak masuk akal itu tidak berarti bahwa harga diri hilang tetapi hilangnya harga diri adalah ketika seseorang melakukan tindakan yang baik tindakan itu maupun akibat dari tindakannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkannya.

PMPK selalu identik dengan senior berkuasa sepenuhnya atas yunior dan dengan demikian yunior harus patuh kepada senior. Yunior harus kritis di atas aturan bahwa senior tidak pernah bersalah sehingga dalam ke-kritis-an pun yunior pasti salah dan PMPK menjadi tempat di mana mahasiswa baru harus belajar satu orang melakukan kesalahan semua bersalah yang dimaksudkan untuk belajar arti kebersamaan tetapi seharusnya secara kritis kita sadar bahwa orang yang bersalah itu harus menanggung kesalahannya sendiri dan tugas kebersamaan kita hanyalah saling mengingatkan supaya jangan sampai ada yang bersalah. Kalau tugas untuk saling mengingatkan sudah dilakukan dan tetap ada yang bersalah, maka kesalahan itu adalah kesalahan pribadi dari orang yang melakukannya tetapi kalau kita tidak saling memperingatkan dan saling menjaga supaya jangan sampai ada yang jatuh ke dalam pencobaan (kesalahan) dan ada (pasti banyak) yang jatuh, maka itu memang adalah kesalahan bersama.

Hal terakhir yang menarik bagi saya ialah bahwa ternyata kebersamaan harus dilihat sebagai perjuangan dan bukan hasil. Penderitaan yang dialami oleh mahasiswa baru karena harus merayap, jalan jongkok, dan banyak lagi kegiatan lainnya yang menyebabkan penderitaan fisik tetapi juga mental dimaksudkan supaya peserta PMPK belajar merasa senasib sepenanggungan yang menjadi titik tolak dari kebersamaan yang selalu dibangga-banggakan dalam kehidupan Fakultas Teologi UKIT. Para senior yang berbagi pengalaman tentang kebersamaan mereka di Fakultas teologi UKIT (Yayasan Perguruan Tinggi Kristen – YPTK – Gereja Masehi Injili di Minahasa) juga tidak menceritakan pengalaman yang membahagiakan tetapi kebersamaan itu digambarkan dalam upaya berjuang bersama menghadapi pergumulan UKIT yang terjadi sejak tahun 2005 yang tetap diperjuangkan sampai sekarang ini. Dalam pergumulan UKIT, kebersamaan adalah senjata perjuangan utama tetapi di samping itu setiap orang juga harus berjuang untuk bersama-sama memperjuangkan kebersamaan di antara seluruh civitas kampus UKIT pada umumnya, civitas Fakultas Teologi khususnya.

Inilah harapan saya tentang Fakultas Teologi UKIT ke depan; hubungan yang baik antara seluruh pihak adalah hubungan yang dibina terkait dengan perjuangan bersama membangun UKIT (khususnya Fakultas Teologi) dan upaya berjuang bersama mencari jalan keluar dari pergumulan yang sedang dihadapi oleh UKIT. Saling menghargai memang penting selama penghargaan itu tidak mengarah ke rasa takut dari mahasiswa kepada dosen, rasa takut dari yunior kepada senior, dan rasa takut dalam hubungan struktural yang ada di kampus. Hubungan saling menghargai yang baik adalah ketika penghargaan itu membawa kepada kehidupan dalam kebersamaan, kehidupan yang saling akrab antara semua pihak, hubungan yang mengarahkan semua pihak untuk secara bertanggungjawab merasa bagian dari kehidupan kampus, setiap orang merasa to be at home.

Hanya dengan saling menghargai akan timbul keakraban dalam kebersamaan; hanya dengan bersama, maka Fakultas Teologi UKIT akan tetap maju dan berkembang, hanya dengan berjuang bersama UKIT akan menjawab segala tantangan yang dihadapinya. Akhir kata saya mengucapkan selamat berjuang kepada saudara-saudara seperjuangan saya dalam PMPK, adik-adikku angkatan 2008 yang baru memulai perjuangannya di Fakultas Teologi UKIT.

Hidup kebersamaan!!!

Hidup Fakultas Teologi UKIT!!!

Hidup YPTK!!!

Hidup untuk setiap orang yang terus berjuang menjadi manusia!!!
 

Bangaran Pasamboan (sudah S.Th.) meski baru selesai ikuti PMPK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENERUSKAN KEBAIKAN

Kamis, 14 Nopember 2024 Renungan Pagi Amsal 3:27 Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau ma...