Total Tayangan Halaman

Berjualan Tanpa Sumber

Berjualan Tanpa Sumber

Kisah ini adalah kisah seorang pemuda yang berjualan tuak meskipun ia sendiri tidak menyadap pohon Enau (Aren) untuk menghasilkan tuak. Ia tidak melakukan yang buruk meski pada akhirnya orang menilainya sebagai orang yang 'buruk'.
Tuak adalah minuman khas orang di wilayah Tanda Langngan (Nosu, Pana', dan Tabang); daerah lain juga menghasilkan dan meminum tuak, tetapi di daerah ini umumnya warganya termasuk sebagian kecil kaum perempuan meminum tuak. Orang yang menyadap pohon Aren yang menghasilkan tuak sering memanggil tetangga untuk minum bersama dan sudah menjadi kebiasaan bahwa pada acara-acara di kampung (kedukaan maupun sukacita) setiap orang datang membawa tuak untuk minum bersama meramaikan acara.
Untuk kebutuhan ekonomi, maka tuak juga diperjual-belikan di pasar yang dibeli orang-orang di daerah itu tetapi juga ada yang dijual keluar daerah. Meski tidak menjadi penghasilan utama, namun hal itu menjadi sebuah sumber pemasukan yang berarti bagi penduduk. Orang yang menjual tuak keluar daerah dalam jumlah banyak, mengatakan bahwa penjualan tuak juga adalah sebuah prospek yang menjanjikan.
Sering terjadi bahwa ada orang yang mencuri tuak yang disadap oleh orang lain. Tuak yang disadap biasanya diambil pada pagi hari dan pada sore hari. Orang yang mencuri tuak, mendahului sang penyadap untuk mengambil tuak yang tertampung. Sebuah tindakan yang memang adalah kriminal.
Tetapi karena penduduk kampung itu rata-rata minum tuak, maka saling berbagi tuak adalah lumrah di daerah itu. Seorang anak muda menemukan cara halus untuk meminta bahkan mengumpulkan tuak. Tuak biasanya disadap dengan menggunakan suke (di tempat lain disebut sokkang), yaitu wadah yang terbuat dari seruas bambu yang salah satu tulang sekatnya dikeluarkan dan kulit luar dari bambu itu dikupas. Pemuda ini membuat banyak suke dan di setiap tempat di mana orang menyadap pohon Aren, ia menggantungkan satu dari suke yang dia punya. Menggantungkan suke di dekat tempat orang menyadap berarti bahwa orang ini meminta pemberian dari sang penyadap ketika mereka mengambil tuak pada pagi atau sore hari.
Dari sekian banyak suke yang dia gantung, terkumpul banyak tuak yang cukup untuk dijual meski hasilnya hanya cukup untuk membeli ikan. Anak muda ini awalnya diperkirakan bahwa ia juga menyadap pohon Aren untuk menghasilkan tuak. Tetapi setelah diperhatikan dengan sungguh-sungguh, ternyata diketahui bahwa ia tidak menyadap. Lalu setiap orang yang menyadap pohon Aren berbagi cerita bahwa di tempatnya menyadap selalu ada orang yang menggantungkan suke dan ia selalu memberi dari hasil sadapannya, lalu orang menjadi tahu bahwa itu adalah pekerjaan 'anak muda yang berjualan tuak meski ia tidak menyadap'. Mereka lalu memutuskan bahwa tidak dilayani lagi orang yang meminta tuak dengan menggantungkan suke di tempat orang menyadap. Kalau ingin minum tuak, silakan datang langsung ke rumah orang yang memiliki tuak. Kalau mau berjualan tuak, menyadaplah sendiri.
Sumber: Ngerumpi bersama dengan warga di Mullu, 5 September 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENERUSKAN KEBAIKAN

Kamis, 14 Nopember 2024 Renungan Pagi Amsal 3:27 Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau ma...